Beijing, MISTAR.ID

Pemerintah China resmi menaikkan tarif impor atas barang dari Amerika Serikat (AS) menjadi 84 persen. Kenaikan ini sebagai respons langsung atas kenaikan tarif sepihak oleh pemerintahan Presiden Donald Trump. Kenaikan tarif ini diumumkan oleh Kantor Komisi Tarif Dewan Negara China dan mulai berlaku Kamis (10/4/2025).

Kebijakan balasan ini menyusul pengumuman AS yang menaikkan tarif barang-barang asal China menjadi lebih dari 100 persen pada 2 April 2025. Dengan aksi saling balas ini, ketegangan dagang antara dua ekonomi terbesar dunia kembali memanas.

“Sangat disayangkan bahwa China tidak ingin bernegosiasi,” ujar Menteri Keuangan AS Scott Bessent, dilansir dari Kompas.com.

“Mereka adalah pelanggar terburuk dalam sistem perdagangan internasional. Eskalasi ini justru merugikan mereka,” ucapnya.

Data dari Kantor Perwakilan Dagang AS menunjukkan bahwa sepanjang 2024, AS mengekspor barang senilai 143,5 miliar dolar AS ke China dan mengimpor hingga 438,9 miliar dolar AS. Ketidakseimbangan ini menjadi salah satu alasan utama Trump menerapkan kebijakan tarif proteksionis.

Pemerintah China menanggapi langkah AS dengan cepat dan tegas. Berbeda dengan negara lain seperti Jepang, yang memilih membuka ruang negosiasi. China menyatakan bahwa mereka tidak akan tunduk pada tekanan dan akan menjaga kepentingan ekonominya.

Kebijakan tarif ini juga berkaitan dengan upaya AS untuk membatasi masuknya fentanil, zat narkotika yang disebut-sebut diselundupkan dari beberapa negara termasuk China, Kanada, dan Meksiko.

Kondisi ini membuat pasar finansial global dalam tekanan. Investor khawatir dengan risiko perlambatan ekonomi global, inflasi yang meningkat, serta penurunan laba perusahaan akibat gangguan rantai pasok.

Aksi jual besar-besaran terjadi di berbagai bursa saham sepanjang April 2025, mencerminkan kekhawatiran pelaku pasar terhadap dampak lanjutan dari perang dagang AS-China yang kembali memanas. (kompas/hm20)