-1.7 C
New York
Saturday, January 11, 2025

Zakat Maal, Syarat hingga Nisabnya yang Harus Anda Ketahui

Penerima Zakat

Perlu diketahui, penerima zakat maal ada syaratnya, seperti syarat berikut:
1. Fakir (Fakir adalah orang yang tidak punya apa-apa atau punya sedikit kecukupan tapi kurang dari setengahnya)
2. Miskin (orang yang mendapatkan setengah kecukupan atau lebih tapi tidak memadai)
3. Amil (pengurus zakat)
4.Muallaf (orang-orang yang dibujuk hatinya)
5. Riqab (hamba sahaya)
6. Gharimin (orang-orang yang memiliki hutang di jalan Allah dan tidak sanggup membayarnya)
7. Fi sabilillah(orang yang berjuang dijalan Allah)
8. Ibnu sabil(Orang yang dalam perjalanan karena Allah yang tidak memiliki biaya untuk kembali ke tanah airnya)

Jika memang anak SMP telah mumayyiz (akil baligh) dan termasuk dalam golongan yang berhak menerima zakat maka dibolehkan mengambil sendiri

Pada dasarnya, anak yatim tidak termasuk orang yang berhak menerima zakat. Akan tetapi bila anak yatim itu tidak mampu maka ia berhak menerima zakat. Jadi, yang menjadikan seorang anak yatim bisa menerima zakat bukan karena statusnya sebagai yatim, tapi sebagai orang yang tidak mampu.

Apakah boleh seseorang menyalurkan zakat untuk kakek kandung, nenek kandung, orang tuanya, istri, anak, atau cucunya?
Tidak boleh bagi seorang muslim mengeluarkan zakat untuk kedua orang tua kandung sampai ke atas (kakek dan nenek kandung) dan juga tidak boleh pula untuk anak-anaknya sampai ke bawah (cucu kandung). Bahkan kewajiban dia adalah memberi nafkah untuk mereka dari hartanya jika mereka butuh dan ia mampu untuk memberi nafkah. (Fatawa Al Mar-ah Al Muslimah, terbitan Darul Haytsam, cetakan pertama, 1423 H, hal. 168)

Pada prinsipnya, zakat tidak boleh disalurkan kepada orang yang biaya hidupnya masih menjadi kewajiban/tanggungan muzaki.

Apakah boleh memberikan zakat kepada keluarga istri misalnya mertua, kakak ipar, atau adik ipar yang dipandang menjadi golongan penerima zakat?

Dikarenakan mertua atau keluarga istri secara umum, bukan termasuk orang yang wajib dinafkahi oleh seorang suami. Meskipun dianjurkan bagi suami untuk memperhatikan keadaan keluarga istrinya, sebagai bentuk mu’asyarah bil maruf (melakukan interaksi yang baik) kepada istrinya.

Baca juga:Baznas Sumut Diminta Optimalkan Pengelolaan Zakat untuk Tekan Kemiskinan

Bolehkah seorang istri berzakat kepada suami sendiri yang termasuk golongan mustahik zakat? Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjelaskan, tidak ada masalah bagi wanita yang mengeluarkan zakat perhiasan atau zakat lainnya kepada suami yang fakir atau memiliki utang yang tidak mampu dilunasi. Jika harta cukup nishab maka wajib zakat. Atau tidak berdosa istri memberi zakatnya kepada orang yang bukan menjadi tanggungan nafkahnya termasuk suami. Jadi, diperbolehkan menyalurkan zakat kepada suami dalam keadaan membutuhkan.

Menurut jumhur ulama, suami bukanlah tanggungan istri dalam mencari nafkah, sehingga diperbolehkan berzakat kepada suami yang fakir.

Muzakki boleh menyerahkan zakatnya kepada selain yang wajib dinafkahi, maka dari itu penyerahan zakat kepada saudara laki atau perempuan yang kurang mampu dibolehkan. Bahkan menyerahkan zakat ke mereka nilainya lebih utama. Karena di sana ada unsur membangun jalinan silaturahmi. (Dar al-Ifta’ al-Mishriyah, no. 6695).

Baca juga:Plt Bupati Dorong Kadin Langkat Konsisten Berzakat

Boleh dengan syarat kerabat tersebut bukan termasuk orang yang wajib kita nafkahi. Jika kerabat tersebut termasuk orang yang wajib kita nafkahi, maka tidak boleh menerima zakat dari kita.

Boleh memberikan zakat maal kepada kerabat yang miskin. Bahkan memberikan zakat kepada kerabat, lebih diutamakan daripada memberikannya kepada orang lain.

Sesungguhnya zakat kepada orang miskin nilainya zakat (saja). Sedangkan zakat kepada kerabat, nilainya dua : zakat dan silaturahim.
(HR. Nasai, Dariri, Turmudzi, Ibnu Majah dan dishahihkan al-Albani). (mtr/hm-06)

Related Articles

Latest Articles