10.5 C
New York
Saturday, May 4, 2024

BumNag di Simalungun ‘Mangkrak’, Ketua PABPDSI: Pengelola Tak Bermental Wirausaha

Simalungun, MISTAR.ID

Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) di kabupaten Simalungun disebut Badan Usaha Milik Nagori (BumNag) proses untuk tumbuh, berkembang hingga menjadi sukses tidak bisa tiba-tiba.

Semua itu butuh proses dan lingkungan yang mendukung. Berdasarkan hasil Riset LPEM UI dengan BRI menunjukkan, intervensi yang tepat untuk mendorong tumbuh kembang Bumdes adalah tataran ekosistem.

Ketua Terpilih Persatuan Anggota BPD Seluruh Indonesia (PABPDSI), Buyung Irawan Tanjung mengambil contoh Bumdes di Simalungun yang juga disebut Badan Usaha Milik Nagori (desa) atau BumNag.

Baca Juga: BUMNag Harus jadi Penggerak Ekonomi Desa

Buyung Tanjung yang aktif dalam pengawasan pemerintahan desa memaparkan pandangannya terhadap BumNag di daerah lumbung beras terbesar kedua di Provinsi Sumateara Utara itu.

“Untuk dapat tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan, semua pihak masih harus menghadapi dan menjawab beberapa tantangan. Tantangan pertama adalah tantangan kelembagaan. Bagaimana Bumdes bisa menjadi legal dan diakui keberadaannya (legitimate). Adanya PP11 tahun 2021 dan Permendesa 03 tahun 2021 adalah upaya untuk mempercepat legalitas Bumdes,” katanya.

Selain itu, sambungnya, patut disadari bahwa ketika Bumdes mendapat legalitas maka satu sisi masalah kelembagaan terselesaikan, namun itu belum sepenuhnya.

Baca Juga: PPKM Mikro di Simalungun, Kepala Nagori Bisa Gunakan Anggaran Dana Desa Sesuai Kebutuhan

“Pertanyaan berikutnya, apakah dengan status dan kedudukan secara legal tersebut, pihak-pihak lain akan mengakui keberadaan Bumdes?” ujar Buyung nada bertanya.

Sebab sambung dia lagi, arah dari PP11 tahun 2021 itu bukan internal pada Bumdes, tetapi pada pihak luar Bumdes.

Karena menurutnya, masih banyak pihak di luar Bumdes, baik itu Pemda, Perbankan, industri, Kementerian dan Lembaga maupun Pemerintah Nagori (desa, -red ) belum sepenuh hati menerima mandat kehadiran Bumdes untuk dijadikan wadah kegiatan-kegiatan ekonomi di tingkat Nagori.

Baca Juga: Paytam Kafe Disoal, Ketua Bumdes di Langkat Dituding Memperkaya Diri

“Masih banyak saya temui upaya yang tidak sinkron, dan menganggap bahwa Bumdes adalah tren sesaat, dan bila dijalankan hanya untuk menggugurkan kewajiban,” kata Ketua PABPDSI itu.

Dia juga menjelaskan, tanpa adanya perubahan cara pandang, maka aturan baru yang ada hanya akan dijalankan dengan kebiasaan lama.

“Tantangan kedua adalah masalah model bisnis. Di sini belum banyak yang paham bahwa Bumdes adalah kelembagaan baru yang bersifat khusus. Kekhususan Bumdes membuat Bumdes tidak senantiasa cocok untuk menjalankan model-model bisnis badan usaha yang murni komersial,” ujarnya.

“Hanya dengan memahami bahwa Bumdes memiliki sifat khusus dan sangat tergantung pada lokalitas desa, maka kita bisa menemukan model bisnis yang tepat di masing-masing desa.

Semua Badan Usaha Milik Nagori (BumNag) atau Bumdes yang sdh ada maupun sudah berdiri di Nagori-nagori yang tersebar di Kabupaten Simalungun, sudah bisa saya sebut mangkrak alias tutup tanpa ada laporan berdasarkan peraturan yang ada,” tegasnya.

Masih menurut Buyung Irawan Tanjung, BumNag atau Bumdes yang mangkrak ada beberapa indikator yang terabaikan oleh Pemerintah Nagori dan pihak-pihak yang terlibat dalam pembentukan dan pendirian BumNag.

Yakni, para pengelola atau penanggungjawbnya tidak melakukan tiga hal, yakni, pemetaan potensi, penyusunan rencana usaha, dan analisa kelayakan usaha, sebagaimana dijelaskan di Permendesa No 03/2021, dan ada contoh Rencana Program Kerja, yang memuat tiga hal pokok tersebut.

“Tapi kita harus sadari, masalah utamanya bukan larena ketiadaan potensi di desa. Tidak ada desa yang tidak memiliki potensi, semua ada potensinya. Masalahnya adalah hanya orang yang memiliki mental wirausaha yang bisa melihat peluang bisnis yang ada di desa,” tandasnya.

Sebab, dari fakta selama ini, hanya desa yang memiliki daya dukung kapabilitas yang cukup, yang bisa mengubah peluang bisnis menjadi profit. “Kita tidak bisa membuat lompatan dalam hal ini, kecuali mengatasi kesenjangan masalah SDM dan kapabilitas desa,” paparnya.

Kapabilitas desa, tidak hanya tersusun oleh aktor-aktor dan sumberdaya fisik, seperti tanah, jalan, bangunan, mesin. Tetapi juga perlu piranti lunak, yaitu pengetahuan, jaringan dan kepercayaan.

“Banyak yang menyebut kesatuan pengetahuan, jaringan dan kepercayaan ini sebagai modal sosial. Namun modal sosial ini sifatnya pasif. Perlu digerakkan dan diarahkan ke hal yang produktif. Modal sosial bisa juga menghambat perubahan, mengarahkan pada sikap boros dan tidak rasional,” kata Buyung.

“Nagori atau desa, perlu menyelesaikan dua masalah mendasar itu, agar Bumdes bisa tumbuh dan berkembang. Tanpa pondasi kelembagaan yang kuat dan model bisnis yang tepat, BumNag PASTI mangkrak,” sambungnya lagi.

Selanjutnya, ujar dia, setelah BumNag bisa menyelesaikan dua tantangan itu, barulah beranjak untuk menyelesaikan masalah Tata Kelola/Manajemen, Pengelolaan Sumberdaya dan Akuntabilitas/Pengendalian.

“Inilah gambaran jalan cerita dan logika bagaimana Bumdes-Bumdes bisa tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan,” katanya mengakhiri.(red/hm02)

Related Articles

Latest Articles