20.7 C
New York
Thursday, May 9, 2024

GMKI Gelar Dialog Publik Fenomena Patologi Sosial, Rektor USI: Dibutuhkan Semangat Akademisi

Siantar | MISTAR.ID – Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Pematangsiantar-Simalungun menggelar dialog publik, dengan topik Fenomena Patologi Sosial di kota Pematangsiantar.

“Patologi yang dapat didefenisikan sebagai gejala penyakit sosial dalam masyarakat yang di dalamnya terjadi disorientasi nilai dan norma.” ucap pengamat Kristian Silitonga membuka diskusi.

Ia mengemukakan, penyakit itu terjadi ketika masyarakat telah kehilangan ruang-ruang berdiskusi dan berdialektika, sehingga melemahkan fungsi kontrol yang dimiliki masyarakat itu sendiri.

“Boleh jadi, salah satu penyebab patologi adalah penguasa, karena minimnya ruang berdiskusi untuk bersuara terhadap kebijakan-kebihjakan penguasa,” ujar Kristian.

Hal ini diungkapkannya pada acara diskusi publik bertemakan Fenomena Patologi Sosial di Pematangsiantar, tang diadakan GMKI di Patarias Cafe Jalan Asahan, Kota Pematangsiantar, Sabtu (9/11/19)

Sementara itu, kacamata tokoh muda Tumpak Hutabarat memandang patologi sebagai kemiskinan dan kebodohan.

“Kemiskinan dan kebodohan ini tercipta ketika kita tidak disuguhi ide-ide dan gagasan oleh figur pemerintah,” ujar Tumpak.

Tumpak yang akrab disapa Siparlajang berpendapat, kurangnya ruang sebagai saluran berekspresi para pemuda membuat masyarakat miskin gagasan, sehingga tak ayal saluran-saluran berekspresi tersebut dapat dicurahkan pada hal-hal yang konvensional dan buruk.

“Jadi memang untuk menyelusuri sebab-musabab dan kondisi patologi sosial di masyarakat ini perlu kajian-kajian ilmiah dari kampus, dari mahasiswa sebagai rekomendasi untuk pihak yang punya otoritas,” papar Tumpak.

Senada dengan Tumpak, anggota DPRD Astronout Nainggolan meminta berpikir rasional dengan mengibaratkan patologi sebagai penyakit.

“Jadi kalau orang sakit pasti dibawa ke rumah sakit, sama dengan orang berjudi untuk menyembuhkannya maka bisa dijajaki membuat suatu lokasi khusus.” ujar Astronout.

Pria berkacamata ini mencontohkan sentra judi luar negeri, seperti judi di Macau dan judi Singapore, dimana hal itu justru juga dapat menjadi sumber pendapatan negara.

Dia menilai bahwa masyarakat harus rasional dan kembali ke saluran tadi, dimana perlunya ruang sebagai saluran berekspresi.

“Pemimpin juga bisa menjadi sebab patologi, ketika kita gagal memilih figur yang berkualitas yang mengerti kondisi dan kebutuhan masyarakat,” ujar Astronout sembari menjanjikan DPRD akan lebih terbuka dan aspiratif mendengar masyarakat.

Semangat Akademisi

Dari sudut pandang akademisi, Drs. Ridwin Purba, M.Si yang hadir mewakili Rektor USI memaparkan perlunya dibangun semangat akademis oleh perguruan tinggi, sehingga boleh melahirkan diskursus politik agar terciptanya kontrol sosial yang baik bagi masyarakat.

“Jangankan USI, PTS lainnya di Siantar ini saya kira juga minim melahirkan kajian atau naskah akademis sebagai sumbangsih bagi kota ini,” kritik Purba.

Wakil Rektor IV Universitas Simalungun ini mengungkapkan, bahwa kondisi minimnya kajian yang ilmiah untuk memperkaya khasanah dan refrensi masyarakat, akan dilaporkannya kepada Rektor USI, dia menilai peran USI dan PT harus lebih aktif dan reaktif turun kemasyarakat sebagai bentuk pengabdian.

“Jadi untuk menemukan jawaban pencegahan dan penanggulangan patologi sosial yang marak, contohnya judi dan prostitusi kampus dan juga organisasi seperti GMKI harus mampu melakukan kajian ilmiah.” ujar Purba.

Sementara, Kepolisian Resort Pematangsiantar melalui Kasat Intelkam, AKP Basri Lubis ketika dimintai pendapatnya, menilai bahwa permasalahan patologi sosial adalah permasalahan bersama, tak akan mampu bila semata-mata hanya dikerjakan oleh kepolisian.

“Jadi kami akan bekerja keras, benar kami menerima surat dan laporan-laporan dari GMKI dan organ lainnya tapi kami masih bekerja,” tegas Basri.

Ia mengungkapkan, untuk saat ini perlu mencari bukti-bukti yang kuat dalam proses penyelidikan, dan unsur tindak pidananya.

“Jadi kami akan jawab surat itu bukan dengan surat, tapi mungkin dengan langsung penggrebekan atau penangkapan,” ujar Perwira balok tiga ini.

Di sisi lain, Ketua GMKI Pematangsiantar-Simalungun, May Luther Dewanto Sinaga menjelaskan, alasan GMKI mengangkat isu ini karena semakin maraknya ‘Patologi Sosial’ berkembang di tengah masyarakat, khususnya di kota Pematangsiantar.

Misalnya, persoalan yang ada di kota Pematangsiantar dalam waktu dekat ini, korupsi, perjudian dan lain sebagainya.

Ia juga menerangkan, bahwa GMKI menggelar dialog publik ini sebagai pendidikan sosial bagi masyarakat agar lebih peka terhadap kondisi dimasyarakat lebih-lebih tak terjerumus kepada patologi sosial itu sendiri.

Pendidikan sosial yang ia maksud, bahwa masyarakat harus menyadari perubahan-perubahan zaman yang menyebabkan disrupsi dan disorientasi perilaku sosial dalam masyarakat.

“Kami ingin menegaskan fungsi dan kehadiran organ kemahasiswaan sebagai pilar keempat dalam demokrasi untuk menyuarakan dan melakukan kontrol sosial.” ujar May Luther Dewanto Sinaga yang sekarang sedang mengikuti pendidikan Pascasarjana di kampus STT HKBP Pematangsiantar.

Diskusi yang dimoderasi Gading Simangunsong ini juga memberikan kesempatan para auidens diskusi untuk berpendapat, dalam sesi pertanyaan dan pernyataan diwarnai pandangan-pandangan, yang menekankan perlunya kolaborasi tiap-tiap unsur dalam masyarakat.

Hal itu dipandang sebagai sebuah sistem, sehingga terciptanya dunia demokrasi yang mampu mengeluarkan laboratorium gagasan, hal ini dinilai harus dimulai dari komitmen diri sendiri untuk tidak sekali-sekali menjadi pelaku patologi sosial.

Diskusi diakhiri dengan pemberian cenderamata oleh GMKI Pematangsiantar-Simalungun kepada masing-masing pemantik diskusi.(ril/hm02)

Editor : Herman Maris

Related Articles

Latest Articles