7.2 C
New York
Friday, April 19, 2024

Demokrat dan PDIP Saling Sentil Sistem Pemilu

Jakarta, MISTAR.ID

Partai Demokrat dan PDIP saling sentil soal sistem pemilu yang kini tengah diuji di Mahkamah Konstitusi (MK). Kedua partai berseberangan dalam menanggapi isu tersebut.
PDIP mendukung penerapan kembali sistem proporsional tertutup atau coblos partai. Sedangkan Demokrat menolak sistem itu kembali hadir di Pemilu 2024.

Perdebatan ini bermula saat Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mempertanyakan alasan mengubah sistem pemilu di tengah proses Pemilu 2024 yang sudah berjalan.

Menurut SBY, tidak ada situasi kegentingan yang memaksa hingga harus mengubah sistem pemilu di pertengahan jalan.

“Tepatkah di tengah perjalanan yang telah direncanakan dan dipersiapkan dengan baik itu, utamanya oleh partai-partai politik peserta pemilu, tiba-tiba sebuah aturan yang sangat fundamental dilakukan perubahan?” tulis SBY dalam sebuah catatan, dikutip dari laman Facebook resmi SBY, Minggu (19/2/23).

SBY juga menyoal perubahan ini dilakukan melalui mekanisme judicial review (JR). Menurutnya, pengubahan sistem Pemilu sah-sah saja dilakukan, asalkan melalui musyawarah. Dengan begitu, rakyat dilibatkan di dalam prosesnya.

“Mengubah sebuah sistem tentu amat dimungkinkan. Namun, di masa “tenang”, bagus jika dilakukan perembugan bersama, ketimbang mengambil jalan pintas melakukan judical review ke MK,” kata dia.

PDIP: SBY lupa
Merespons pernyataan SBY, Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menyindir SBY seolah-olah lupa bahwa sistem pemilu diubah pada masa kepemimpinannya.

Hasto mengungkit perubahan pada 2008 itu dilakukan melalui JR oleh beberapa kader Demokrat dan bukan musyawarah.

“Pak SBY kan tidak memahami ‘Jas Merah’. Pak SBY lupa bahwa pada bulan Desember tahun 2008, dalam masa pemerintahan beliau, justru beberapa kader Demokrat yang melakukan perubahan sistem proporsional tertutup menjadi terbuka melalui mekanisme judicial review,” kata Hasto kepada wartawan di Kabupaten Lebak, Banten, Minggu (19/2/23).

Hasto menuding Demokrat kala itu memang sengaja mengubahnya demi mendongkrak perolehan suara partai.

Hasto menyebut Demokrat juga mengganti sistem Pemilu sesaat sebelum hari pencoblosan, di mana seharusnya tidak lagi ada perubahan.

“Itu hanya beberapa bulan, sekitar 4 bulan menjelang pemilu yang seharusnya tidak boleh ada perubahan, ternyata itu kan ditempatkan sebagai bagian dari suatu strategi kemenangan jangka pendek, sehingga dengan melakukan segala cara akhirnya Partai Demokrat mengalami kenaikan 300 persen,” kata Hasto.

Demokrat bantah Hasto
Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani membantah pernyataan Hasto dan menyebutnya telah membuat pernyataan yang menyesatkan.

“Tuduhan Bung Hasto bahwa karena perubahan sistem pemilu tersebut Partai Demokrat memperoleh kenaikan hampir 300 persen. Pernyataan itu tak hanya keliru namun juga menyesatkan,” tegas Kamhar dalam keterangannya, Minggu (19/2/23).

Kamhar mengklaim kenaikan suara itu lantaran rakyat yang masih menghendaki SBY memimpin untuk periode kedua.

Ia pun menjelaskan, Demokrat menghendaki proporsional terbuka lantaran menurutnya itu adalah sistem yang paling demokratis. Pasalnya, rakyat secara penuh dapat menentukan para wakilnya di parlemen.

Baca juga:PDIP Kecam Pernyataan SBY Soal Tuduhan Kecurangan Pemilu 2024

Kamhar menyindir Hasto kurang paham akan demokrasi. Ia meminta Hasto untuk mempelajari lebih dalam soal itu.

Ia pun menyindir partai politik hanyalah instrumen untuk melayani kedaulatan rakyat dan bukan sebaliknya.

“Bung Hasto harus lebih banyak belajar tentang demokrasi. Intisari demokrasi adalah kedaulatan rakyat, Parpol salah satu pilar demokrasi menjadi alat untuk melayani kedaulatan rakyat. Bukan sebaliknya,” kata Kamhar. (cnn/hm06)

Related Articles

Latest Articles