14.4 C
New York
Saturday, May 4, 2024

Empat Dampak Bahaya Pemanasan Global, Salah Satunya New Emerging Disease

Simalungun, MISTAR.ID

Indonesia saat ini dalam kondisi bersiap-siap untuk menghadapi el nino atau fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) yang tingkat kepanasannya jauh di atas normal.

Ahli geofisika, Ir.S.Gito Hutapea yang juga anggota Dewan Perubahan Iklim Daerah Sumatera Utara (Sumut), dalam wawancaranya dengan MISTAR.ID, Rabu (10/5/23) di Atsari Hotel Parapat memaparkan tentang kondisi perubahan iklim Indonesia termasuk ancaman global el nino.

Mantan Kakanwil BMKG Sumbagut dan Papua itu menanggapi MISTAR.ID lebih fokus pada upaya mitigasi mengulas penyebab, dampak dan penanganannya.

Baca Juga:Cuaca di Kota Medan Dianggap Cukup Panas, BMKG: Itu Kondisi Normal

Menurutnya, puncak dari pemanasan global dan el nino bukan di tahun 2024 ini, tapi akan terjadi pada tahun 2035. Yang akan dan sudah terjadi sekarang ini kata dia, masih berupa pemanasan yang sifatnya pasang surut.

Pemanasan global, kata dia berakibat naiknya permukaan laut, yang dipicu sumbangan gas rumah kaca, efek rumah kaca dan sumber sumber emisi gas rumah kaca

Dijelaskan, sejatinya efek rumah kaca dibutuhkan untuk menjaga suhu bumi, supaya perbedaan suhu antara siang dan malam tidak terlalu besar.

Baca Juga:Cuaca di Kota Medan Dianggap Cukup Panas, BMKG: Itu Kondisi Normal

Namun efek rumah kaca yang berlebihan menyebabkan pemanasan global, di mana suhu di bumi akan naik secara signifikan ditandai dengan mencairnya es di kutub, rusaknya ekosistem, naiknya ketinggian permukaan air laut dan perubahan iklim yang ekstrim.

Bahkan Gito memberi rincian, kalau permukaan laut naik 10 Cm berarti hilangnya pantai 10 meter, serta terjadinya penembusan air laut sejauh 1 Km ke darat dalam muara datar. Akibatnya, cadangan air tawar akan menjadi masalah yang serius.

Tidak hanya itu, dampak lainnya, kata Gito Hutapea, akan terjadi penurunan hasil pertanian.

“Pola iklim dan cuaca berubah, maka cuaca iklim ekstrem akan sering terjadi, seperti kemarau panjang dan curahan hujan ekstrem. Ini akan jadi ancaman bagi pertanian kita,” bebernya.

Baca Juga:Tiga Pakar Gelar Mitigasi Bencana Alam dan Perubahan Iklim di KSPN Danau Toba

Curah hujan dengan intensitas tinggi juga kata akan semakin sering terjadi, berakibat terjadinya banjir dan longsor dimana-mana.

Mantan Kakanwil BMKG Sumbagut dan Papua itu, mengingatkan kita, semua ini terjadi akibat pemanasan bumi yang semakin tidak terkendali akibat ulah manusia.

Pemanasan bumi tersebut, mengakibatkan naiknya permukaan laut dikarenakan mencairnya gunung es, terjadinya perubahan pola iklim, terjadinya penurunan produk pertanian dan perikanan.

Bahkan bidang kesehatan juga terdampak, yakni, terjadinya sebaran penyakit serta munculnya “new emerging diseases” di kawasan yang sebelumnya tidak mungkin ada.

Semua ini dipicu karena meningkatnya emisi gas rumah kaca (GRK) mengakibatkan pemanasan global.

Baca Juga:10 Tahun ke Depan, Pemanasan Global Diprediksi Lampaui 1,5 Derajat Celsius

Dimana radiasi matahari jadi bebas menembus GRK menuju bumi, namun radiasi bumi akan dipantulkan oleh GRK.

“Maka, apabila konsentrasi gas rumah kaca meningkat, otomatis suhu bumi akan semakin meningkat,” papar Gito.

Menanggapi prediksi kedatangan el nino, ahli geofisika itu menjelaskan, tidak jauh berbeda dengan yang pernah terjadi tahun 2015, bahwa mengenai penguapan di wilayah Indonesia relatif lebih rendah dibandingkan dengan klimatologisnya.

Baca Juga:Tekan Dampak Pemanasan Global, Menko PMK Muhadjir Effendy Tanam Pohon di Kampus USU

Kecuali barat Sumatra, selatan Jawa dan utara Kalimantan, terjadi pengurangan pasokan uap air yang kurang signifikan ke wilayah Indonesia bagian barat. Ini kata dia mengutip dari Analisis Anomali Suhu Muka Laut yang diterbitkan BMKG.

Mengenai el nino ini, ada disebut el nino southern ocillation (ENSO) pada kondisi el nino moderate yang mengakibatkan pengurangan pasokan air ke bagian Indonesia timur dan selatan ekuator. Sehingga sampai saat ini pengaruh el nino belum begitu dirasakan di Sumatera Utara.(maris/hm17).

Related Articles

Latest Articles