Usulan Pilkada Dipilih DPRD, Akademisi Sebut Bukan Solusi tapi Kemunduran
Akademisi UMSU sekaligus mantan Komisioner KPU, Yulhasni menyebut bahwa pemilihan kepala daerah di tangan DPRD merupakan kemunduran (f:ist/mistar)
Medan, MISTAR.ID
Akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) turut menanggapi wacana Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang diusulkan dipilih kembali oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Akademisi FISIP UMSU, Yulhasni mengatakan jika wacana pemilihan Gubernur, Bupati, Wali Kota dipilih DPRD malah kembali ke belakang dan bukan solusi.
"Saya bilang setback (kemunduran) ya, malah balik ke belakang dan bukan solusi," ujarnya kepada mistar.id saat ditemui di Jalan Kapen Muchtar Basri No 3, Kecamatan Medan Timur, Sabtu (18/1/25).
Ia mengakui bahwa proses Pilkada masih ada yang harus diperbaiki, tapi di tengah kekurangan bukan menjadi alasan pemilihan kepala daerah balik ke tangan DPRD.
"Nah yang dikritik kan soal partisipasi, money politik, kualitas penyelenggara, nah satu persatu harus dibedah. Soal partisipasi mungkin banyak faktor, terlalu dekat pemilihan legislatif dengan Pilkada, mungkin tingkat kejenuhan masyarakat tinggi, terkait keserentakan itu maka perlu direvisi," ungkapnya.
Mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumut tersebut mengatakan bahwa selama ini KPU RI sebagai pembuat kebijakan, banyak mengakomodir kepentingan partai politik.
"Kan banyak kebijakan-kebijakan KPU RI itu yang boleh dikatakan mengakomodir kepentingan partai politik. Kemudian soal money politik juga soal mentalitas sebenarnya dan jangan salah kan masyarakat," katanya.
Politik uang, kata Yulhasni, terus terjadi karena penegakan hukum tidak dijalankan dengan tegas kepada mereka yang ditemukan melakukan penyogokan.
"Penegak hukum (Bawaslu) juga kurang kuat, kalau ditemukan orang yang nyogok atau sebagainya dan jelas sebuah pidana, ada nggak efek jeranya? kan belum ada," ucapnya.
Masalah lain adalah soal partai pengusung yang kurang mendapatkan representasi dari masyarakat hingga tidak mampunya memajukan kadernya sendiri.
"Jadi kita milih partai A, dengan harapan nanti waktu Pilkada, partai A ini mengusung orang yang sesuai keinginan kita (masyarakat), namun faktanya kan tidak seperti itu dan banyak partai yang tidak mampu memajukan kadernya sendiri," jelasnya.
Dirinya juga menyarankan agar masyarakat sipil, kalangan kampus harus bergerak jangan sampai itu kongkalikong anggota Dewan pembuatan undang-undang.
"Nah ini masyarakat harus mengenal, kelompok mahasiswa, akademisi dan lainnya, bila perlu bergerak secara masif, menolak wacana tersebut, jadi jangan sampai wacana itu, kemudian dimainkan," pungkasnya. (berry/hm17)