17.7 C
New York
Monday, July 1, 2024

Kontroversi Putusan MK, Mahasiswa Siantar Tolak Kampanye di Dunia Pendidikan

Pematang Siantar, MISTAR.ID

Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum (BEM FH) Universitas Simalungun (USI) menolak putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperbolehkan kampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan dengan sejumlah syarat.

“Menanggapi mengenai putusan MK terkait diperbolehkannya kampanye di lingkup pendidikan, kita tidak sepakat. Walaupun itu sifatnya demokrasi. Menurut saya, hal ini bisa merusak citra pendidikan di Indonesia,” ujar Boy Revan Sinurat selaku Ketua BEM FH USI, pada Kamis (24/8/23).

Revan menilai, sah-sah saja jika mau berkampanye terhadap mahasiswa. Namun mengenai kampanye di dalam lingkup dunia pendidikan atau pun universitas, menurutnya dapat merusak sistem pendidikan dan juga perguruan tinggi di Indonesia.

Baca juga: Putusan MK, Dekan FH USI: Silahkan Datang ke Kampus, Tapi Jangan Mengagitasi

“Bakalan terjadi benturan pro dan kontra di dalam lingkup universitas terhadap mahasiswa. Ini membuat menjadi tidak fokus terhadap tugas-tugasnya seorang mahasiswa di perguruan tinggi,” ujarnya lagi.

Disebutkan, dengan adanya kampanye di lingkungan atau dunia pendidikan, nantinya mahasiswa hanya membahas mengenai calon-calon yang mengisi jabatan pemerintahan. Dan bukan lagi membahas sistem pendidikan Indonesia yang sedang carut marut.

Sementara itu, Liga Mahasiswa Nasional Untuk Demokrasi (LMND) Eksekutif Komisariat USI juga memberikan tanggapan terhadap putusan MK yang akan menjadi dilema.

“Dengan diketuknya palu, secara resmi MK mengeluarkan putusan Nomor 65/PUU-XXI/2023 dan mengabulkan gugatan terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017. Khususnya pasal 280 ayat 1 huruf h yang menimbulkan kontroversi di kalangan perguruan tinggi,” ujar Ketua LMND Komisariat USI, Arya.

Baca juga: Lembaga Pendidikan Diizinkan MK Sebagai Tempat Kampanye Politik, FSGI: Bahayakan Keselamatan Pelajar

Dia melanjutkan, ketika putusan MK memberikan ruang yang lebih luas kepada  dunia politik untuk merambah simpul-simpul kehidupan masyarakat terkhusus di dunia pendidikan. Dan tentunya akan menimbulkan dilema.

“Saya katakan dilema, karena memang budaya politik kita yang terbangun sampai saat ini tidak ataupun belum mencerminkan sebuah edukasi kepada masyarakat,” ucapnya.

Akan tetapi, Arya menilai, bahwa saat ini lebih cenderung ke arah transaksional dan bakal menjadi ketakutan, dimana diketahui bersama para pendidik seyogyanya harus bersikap netral dalam menanggapi pesta demokrasi khususnya kampanye.

“Sehingga tidak ada keberpihakkan pada kekuasaan politik tertentu. Nantinya dunia pendidikan akan mengalami polarisasi. Ini berdampak pada terkontaminasinya dunia pendidikan oleh kepentingan politik praktis, sehingga nilai saintifik yang menjadi roh dunia pendidikan akan semakin tertinggal,” ungkapnya.

Baca juga: Muhadjir Effendy Beri Tanggapan Terkait Kampanye Pemilu ke Lembaga Pendidikan

Diketahui MK telah mengeluarkan putusan mengizinkan peserta Pemilihan Umum (Pemilu) berkampanye di fasilitas pemerintah dan pendidikan, selama tidak menggunakan atribut kampanye.

Hal ini termuat dalam putusan MK Nomor 65/PUU-XXI/2023 yang dibacakan pada Selasa (15/8/2023). Diketahui dalam amar putusannya, MK menyatakan, bagian penjelasan itu tidak berkekuatan hukum mengikat, karena menciptakan ambiguitas. (hamzah/hm16)

 

 

Related Articles

Latest Articles