19 C
New York
Monday, May 20, 2024

Penghapusan Premium Sudah Dibahas Sejak 2016 Tapi Hingga Kini Tak Terealisasi

Jakarta, MISTAR.ID
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah mengatakan, wacana penghapusan Bahan Bakar Minyak (BBM) dengan nilai oktan (Research Octane Number/RON) 88 atau Premium sudah dibahas antara pemerintah dan DPR sejak 2016 lalu. Bahkan, awalnya direncanakan mulai diterapkan pada 2017. Namun, sampai hari ini tak kunjung terealisasi.

Menurutnya, DPR mendorong agar Premium segera dihapuskan. “DPR ingin segera itu (Premium) disetop karena sejak 2016 di Banggar buat reformasi kebijakan tentang subsidi,” ungkapnya, Senin (12/4/21).

Dia menegaskan, jika nanti Premium sudah dihapus, bukan berarti masyarakat sudah tidak mendapatkan subsidi. Namun, subsidi dialihkan dari yang mulanya subsidi kepada barang menjadi dialihkan ke masyarakat langsung.

Baca Juga:Pemprov Sumut Minta Pertamina Tidak Naikkan Harga BBM

Jika mengikuti Peraturan Menteri LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan) No.20 tahun 2017 (tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M, N, dan O) di mana bensin minimum harus RON 91, mestinya Premium tak lagi dijual.

“Keluarnya Peraturan Menteri LHK No 20 tahun 2017, nggak lagi gunakan nilai Oktan 88,” ujarnya. Lebih lanjut dia mengatakan, karena bensin Premium ini masih banyak dinikmati oleh masyarakat kalangan bawah sebesar 40%, maka waktu pelaksanaannya harus bijak, ada transisi dan tepat sasaran.

“Kalau hanya tujuh negara (yang gunakan Premium) dan kita satu-satunya di ASEAN, pada saat mau tunduk ratifikasi Euro 4 ini seharusnya pemerintah nggak perlu lagi gunakan RON 88,” tegasnya.

Baca Juga:Mahasiswa di Medan Demo Kenaikan Harga BBM

Karena menggunakan harga keekonomian, imbuhnya, jika ada selisih harga, maka akan memunculkan subsidi. “Sehingga APBN kita lemaknya terlalu banyak, produktivitas negara kita kalah dengan Vietnam,” tuturnya.

Dalam rapat di Banggar sebelumnya dia sebut pemerintah bersama dengan Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM, Pertamina, PLN bersepakat akan melanjutkan reformasi subsidi di tahun 2016 silam. “Green recovery nggak bisa dihindari. Ini harus diantisipasi,” jelasnya.(cnbc/hm10)

Related Articles

Latest Articles