15.2 C
New York
Thursday, May 16, 2024

Boikot Produk Pro Israel Jadi Ancaman Ekonomi dan PHK Besar-besaran

Jakarta, MISTAR.ID

Kebijakan Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait fatwa terbaru tentang hukum dukungan terhadap perjuangan Palestina, yang mengharamkan produk Israel dikhawatirkan akan menimbulkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang cukup banyak.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Pemasok Pasar Modern Indonesia (AP3MI) Uswati Leman Sudi menyebutkan, aksi boikot produk yang terafiliasi dengan Israel dapat membuat transaksi di pasar modern tergerus hingga 50 persen.

Uswati menyebutkan, mayoritas produk yang diboikot adalah Produk Pareto. Sekitar 80 persen produk itu berkontribusi di pasar, tetapi kontribusinya dalam hal transaksi hanya sebesar 20 persen. Adapun contoh, produk pareto seperti susu balita, shampo, makanan, hingga minuman ringan.

Baca juga: MUI Keluarkan Fatwa Boikot Produk dan Perusahaan Pro Israel, Begini Respon Warga Siantar

Berdasarkan catatan AP3MI, dampak memboikot produk Israel belum terlihat karena kebijakan MUI masih berjalan satu minggu. Jika berlanjut dengan waktu lama, maka produktivitas di hulu akan terganggu.

Jika permintaan atau jumlah produk yang terjual rendah, ia khawatir banyak pengusaha dengan terpaksa melakukan pengurangan tenaga kerja khususnya dari sektor manufaktur.

Melihat fenomena itu, AP3MI berharap agar Pemerintah secepatnya mengambil langkah dalam menyelesaikan permasalahan aksi boikot produk yang dianggap terafiliasi dengan Israel.

Baca juga: Boikot Produk Israel, Pengamat: Sudah Saatnya Indonesia Cinta Produk Lokal

“Kami berharap aksi boikot jangan terlalu lama. Kami menanti pemerintah hadir untuk bisa menegaskan dampak boikot ini agar tidak gamang,” katanya pada Rabu (5/11/23).

Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey,  juga mengutarakan pandangan yang sama. Fatwa baru itu bakal merugikan hak konsumen. Ia pun mempertanyakan apa kajian dan observasi resmi terkait fatwa tersebut serta seperti apa relevansinya.

Menurutnya, konsumen punya hak memilih, membeli, dan mendapatkan produk. Namun saat produk-produk yang dinilai mendukung Israel diharamkan, maka hak konsumen tercoreng.

Baca juga: Giliran Apple Boikot Penjualan Produk Rusia

“Silahkan semua orang boleh beropini dan pendapat, tapi pengkajian dan observasinya sejauh mana?” kata Roy Mandey di Jakarta, Rabu (15/11/2023).

Ia menegaskan, hak konsumen mestinya dijaga. Kemudian, kebijakan boikot produk itu mesti memikirkan gejolak ekonomi ke masyarakat seperti pada bisnis ritel.

Dijelaskan, tidak sedikit produk-produk yang dinilai pro Israel diproduksi di dalam negeri, dan juga mempekerjakan tenaga kerja di Indonesia.

Baca juga: Gelombang Boikot Israel Semakin Beragam dan Menyebar di Seluruh Dunia

Apabila permasalahan ini tidak cepat diselesaikan, kata Roy, produktivitas bisnis ritel dipastikan terganggu sekaligus berpengaruh investasi.

“Bisa kita bayangkan ketika tergerus produsennya atau supplier, maka investasi bisa hilang dan kandas. Pertumbuhan tidak bisa terjadi, bahkan yang paling nggak mau dilakukan pengusaha, yaitu pengurangan tenaga kerja atau PHK. Bagaimana mungkin kalau produktivitas turun bagaimana membayarkan tenaga kerja,” katanya.(liputan6/hm17)

Related Articles

Latest Articles