19.3 C
New York
Wednesday, September 18, 2024

Waspada! Ada Tiga Peluang Tindakan Pelecehan Seksual Mengintai Remaja

Medan, MISTAR.ID

Pelecehan seksual terhadap anak perempuan atau yang masih di bawah umur masih terus terjadi di tengah masyarakat. Bahkan umumnya pelaku merupakan orang terdekat korban.

Akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Sahran Saputra yang juga merupakan pengamat sosial memberikan gambaran tentang kesempatan dan rutinitas yang menjadi faktor terjadinya tindakan kejahatan seperti pelecehan seksual yang sering terjadi pada remaja.

Sahran menerangkan bahwa selalu ada kesempatan yang secara tidak langsung mengintai anak dan perempuan menjadi korban dan keluarga dekat menjadi pelaku. Kesempatan dan rutinitas dapat meningkatkan kerentanan kondisi maupun situasi struktural.

“Hal ini bermuara pada melonjaknya angka kriminalitas domestik yang terjadi justru bukan karena bertambahnya jumlah pelaku, melainkan karena semakin terbukanya peluang bagi pelaku kejahatan untuk melakukan kejahatan,” imbuhnya, Rabu (18/9/24).

Baca juga:Polres Siantar Didesak Tangkap Terduga Pelecehan Seksual di Bah Kapul

Ia menyampaikan 3 faktor yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan kejahatan yakni pelaku yang termotivasi (motivated offenders).

“Para pelaku tidak hanya memiliki kemampuan untuk melakukan kejahatan, tetapi juga berniat dan memiliki strategi untuk melakukannya. Setelahnya, pelaku membungkam korban dengan ancaman maupun imbalan,” katanya.

Sementara itu adapun target yang sesuai (suitable target), Sahran mencontohkan seperti kasus TAS, remaja asal Medan yang menjadi korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh keluarga kandungnya.

Baca juga:Polres Simalungun Lengkapi Berkas Pelecehan Seksual Anak 6 Tahun

“Di mana pelaku mengenali korban secara utuh sebab selalu memiliki kegiatan rutin bersama, setiap tindakan korban memperlihatkan sisi rentan dan menunjukkan kelemahan alternatif untuk dieksploitasi. Pelaku mengenali kebiasaan, karakter, kondisi lingkungan, dan interaksi sosial korban, sehingga pelaku dapat menguasai kerentanan tersebut,” jelasnya.

Selain itu, menurutnya tidak adanya pengamanan yang memadai (absence of capable guardians).

“TAS sebagai korban telah kehilangan sosok seorang penjaga yang dapat diandalkan untuk pelindung. Ironisnya justru sosok ayah dan saudara laki-lakinya yg diharapkan menjadi pelindungnya justru menjadi pelaku yang menghilangkan rasa aman bagi dirinya,” tutupnya. (dinda/hm17)

Related Articles

Latest Articles