14.3 C
New York
Thursday, August 22, 2024

PTN vs PTS, Pengamat Pendidikan: PTS Harus Belajar Lebih Bersaing dan Kuat

Medan, MISTAR.ID

Persaingan antara perguruan tinggi negeri (PTN) dan perguruan tinggi swasta (PTS) telah menjadi topik lama dalam dunia pendidikan tinggi di Indonesia. Keunggulan PTN sering kali dikaitkan dengan nama besar dan biaya perkuliahan yang lebih terjangkau.

“Dalam dunia kerja urusan reputasi/nama besar ini lumayan sulit dilawan karena alumni PTN sudah puluhan ribu sejak puluhan tahun lalu. Akibatnya ada semacam anggapan “superioritas” lulusan PTN,” kata pengamat pendidikan Ari S Widodo Poespodihardjo melalui pesan tertulis kepada Mistar, Kamis (22/8/24).

Baca juga: Dampak Permendikbud, Perjuangan PTS Jaring Mahasiswa Makin Berat

Zaman sekarang, sambungnya, mitos ini seharusnya tidak relevan lagi. Dunia bisa menilai secara langsung kemampuan lulusan PTN dan PTS.

“Jujur bagi saya perbedaan akan terasa di antara PTN besar dengan PTN di daerah, di samping PTS yang relatif kecil. Antara PTN besar dengan PTS besar, apalagi di kota seperti Jakarta, perbedaan ini bisa sangat tipis. Namun kalau di daerah saya bayangkan akan sangat terasa,” jelasnya.

Masalah terbesar dalam hal ini, menurut Ari, karena PTN seringkali sulit ditandingi dari segi biaya perkuliahan. Namun, ini di luar jurusan eksakta favorit seperti kedokteran yang biayanya amat sangat besar.

Baca juga: PTN dan PTS Ini Masih Buka Pendaftaran Jalur Mandiri di Agustus 2024

Lanjutnya, masyarakat yang membutuhkan pendidikan (baca: gelar) tanpa kebutuhan spesifik untuk bidang tertentu, tawaran berkuliah di PTN akan sangat menarik.

“Nah apakah PTS tidak bisa mengikuti? Adanya sistem akreditasi ketat yang sudah dijalankan, itu sebenarnya bisa menjadi tolok ukur. Kampus PTS dengan akreditasi A atau unggul di daerah seharusnya memiliki kemampuan di atas kampus dengan akreditasi C atau baik di kota besar. Namun sekali lagi persepsi masyarakat mungkin lebih kepada citra nama PTN,” lanjutnya.

Doktor jebolan University of Wollongong Australia ini juga menilai penambahan kapasitas penerimaan siswa bagi PTN seharusnya tidak menjadi polemik. Dikarenakan, saat ini kurang dari 10 persen penduduk Indonesia mencapai perguruan tinggi.

Baca juga:Dua Kelompok Mahasiswa PTS di Medan Bentrok di Jalan Pelita, 3 Motor Dibakar

“Masih besar sekali jumlah penduduk yang membutuhkan pendidikan tinggi. Namun sekali lagi kalau persepsi lama masih kuat dan lebih lagi biaya PTN yang masih di bawah rata-rata PTS dengan akreditasi unggul dan baik sekali. Ya, akan masih terjadi daya tarik besar ke PTN padahal mestinya terjadi pemerataan yang lebih baik,” terangnya.

Menurutnya, PTS harus belajar menjadi lebih bersaing dan lebih kuat lagi. Penambahan kuota penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri dinilai mengejar kelompok menengah atas yang mampu dari segi biaya.

“Di sini PTN telah menjelma menjadi PTS namun ini adalah konsekuensi perubahan skema dan sistem pendidikan kita di mana PTN harus menjadi mandiri. Biasanya untuk jurusan yg sama, akan terasa dampaknya bagi PTS. Ini yang membuat PTS mengajukan keberatan,” sebutnya.

Baca juga: Timbulkan Persoalan Bagi PTS, Seleksi Jalur Mandiri PTN Perlu Dievaluasi

Ari menambahkan, bahwa mengembangkan kampus bukan hanya mengenai fisik, tapi termasuk ‘software’-nya.

“Saya lebih setuju pendidikan vokasi dibuka sebesar-besarnya untuk meningkatkan kemampuan kerja masyarakat kita. Disiplin tidak membutuhkan biaya tapi kemauan dan keinginan. Godaannya amat sangat banyak apalagi begitu ada ‘hasil’ yang tiba-tiba ‘mudah didapatkan’ namun tanpa disadari hal itu tidak akan bertahan lama. Itu masalah besar,” tulisnya.

“Intinya memang buat PTS kalau ingin bersaing dengan PTN pastinya sulit, karena yang dikejar itu ya, lagi-lagi hal-hal yg sudah lama dikerjakan PTS,” tutupnya. (susan/hm17)

Related Articles

Latest Articles