Monday, March 17, 2025
home_banner_first
MEDAN

Perambahan Hutan Dinilai Penyebab Banjir Bandang di Parapat

journalist-avatar-top
Senin, 17 Maret 2025 17.10
perambahan_hutan_dinilai_penyebab_banjir_bandang_di_parapat

Pendiri sekaligus Ketua Yayasan Gerakan Peduli Sungai, Luthfi Hakim Fauzi. (f:ist/mistar)

news_banner

Medan, MISTAR.ID

Ketua Yayasan Gerakan Peduli Sungai, Luthfi Hakim Fauzi menilai kejadian banjir bandang di Parapat disebabkan perambahan hutan pada ekosistem kawasan Danau Toba.

“Kejadian banjir bandang bukan pertama kalinya di wilayah kawasan Danau Toba. Sayangnya hujan selalu menjadi tumbal dalam hal ini, padahal penyebabnya adalah perambahan hutan,” ucapnya pada mistar, Senin (17/3/2025).

Menurutnya, cukup mudah mengatasi kondisi banjir tersebut. Seandainya kawasan hutan pada ekosistem Hutan di Lingkar Danau Toba ini benar-benar lestari dan dijaga, pastinya bukan sebuah masalah jika terjadi hujan pada wilayah tersebut.

“Nyatanya perambahan kawasan hutan menyebabkan berkurangnya tutupan kawasan dan Daerah Tangkapan Air (DTA). Kondisi ini sangat mendukung terjadinya bencana banjir dan longsor, daerah yang seharusnya menjadi penyangga sebagai benteng dalam, seketika hilang fungsi,” ujarnya.

Pendiri Gerakan Peduli Sungai itu mengatakan banjir dengan intensitas tinggi sejak siang hingga sore yang membuat perbukitan erosi dan air Sungai Batu Gaga dan Bangun Dolok meluap, sehingga membentuk anak sungai melewati rumah warga.

“Sayangnya kita hanya seolah-olah peduli saat terjadi bencana, sebelum bencana dimana posisi kita?,” ucap Luthfi.

Luthfi merincikan total luasan kawasan hutan lindung di wilayah Kecamatan Sipangan Bolon, Parapat seluas 7.026 hektar berdasarkan SK.8088 Tahun 2018 tentang Penunjukan kawasan hutan di Provinsi Sumatera Utara.

“Namun pada tahun 2021, luas kawasan hutan wilayah Kecamatan Girsang Sipangan Bolon menjadi kurang lebih menjadi 5.826 hektar,” tuturnya.

Sambung Luthfi, dalam kurun waktu tiga tahun terjadi penurunan tutupan kawasan hutan lindung seluas kurang lebih 1.200 hektar. Data ini berdasarkan analisis data spasial dikutip dari Walhi, KSPPM, dan Aman Tano Batak yang telah melakukan kajian dan investasi pada tahun 2021.

“Melihat data yang disajikan teman-teman Walhi, KSPPM, Aman Tano Batak, jelas bahwa perambahan Hutan adalah sumber masalah utamanya,” katanya.

Dari informasi yang Mistar peroleh, peristiwa banjir bandang terparah yang pernah melanda Parapat pada tahun 1986, disusul pada bulan Desember 2018, kemudian Januari 2019, Juli 2020 dan terakhir pada bulan Mei 2021. (ari/hm18)

REPORTER:

RELATED ARTICLES