16.5 C
New York
Saturday, October 5, 2024

‘Palang Besi’ Taman Budaya Medan, Ruang Seniman Hilang

Medan, MISTAR.ID

Para seniman Kota Medan mengadakan pertemuan membahas langkah ke depan terkait ‘Palang Besi’ atau pembatasan aktivitas kesenian di Taman Budaya Medan (TBM) yang belum ada titik terang. Dari pertemuan itu terbentuk Konsorsium Seniman Medan (KSM), Sabtu (6/7/24).

Pertemuan ini merupakan bentuk sikap dari regulasi tentang pembatasan aktivitas di TBM, Jalan Perintis Kemerdekaan, Medan Timur,  yang tidak jelas. Dihadiri lebih dari 30 orang yang terdiri dari seniman, wartawan, dan komunitas mahasiswa. Pihak TBM sendiri dan perwakilan dinas terkait tidak hadir.

Sebelumnya, akibat dari ‘Palang Besi’ ini kelompok Medan Teater terpaksa melakukan latihan di trotoar, terhitung sejak Selasa 2 Juli hingga kini.

Medan Teater sendiri sudah mencoba mediasi ke Dinas terkait, bahkan sudah ditelepon Wakil Wali Kota Medan melalui ajudannya, untuk tetap memakai TBM sebagai ruang berkesenian. Tetapi ‘Palang Besi’ ini tetap tidak goyah, masih gagah tak terbelah.

Salah seorang seniman, Hafiz Taadi mengatakan sudah pernah melakukan audiensi ke ruang Wali Kota Medan dan bertemu dengan Kepala Dinas.

Baca juga: Pembatasan Aktivitas di Taman Budaya Medan, Para Seniman Latihan di Trotoar

Wali Kota Bobby Nasution membebaskan para seniman untuk memakai ruang di TBM sebanyak-banyaknya.

“Dalam kesempatan itu, Wali Kota menyahuti, ini ruang ada banyak. Kalau ada 10, 7 bisa dipakai seniman berkreasi, untuk kantor 3 saja cukup,” sebutnya.

Tetapi kenyataan di lapangan sangat berbeda. Jangankan memakai ruang, untuk latihan di halaman TBM saja dibatasi.

Hal ini yang membuat para pegiat seni dan budaya bingung. Regulasi seperti apa sebenarnya yang berlaku.

Kegiatan Positif Seniman di TBM Tak Sampai ke Dinas

Saat dikonfirmasi ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, salah satu pegawainya menyebutkan bahwa pembatasan aktivitas itu dilakukan karena adanya pengaduan dari pihak pengelola, mereka menyampaikan banyaknya kegiatan negatif di area TBM.

“Sampainya ke kami (Dinas Kebudayaan), banyak kegiatan negatif di sana. Sebab itu diberlakukan lagi regulasi batas aktivitas di TBM hanya sampai pukul 20.00 WIB,” ujarnya kepada mistar.id, Kamis (4/7/24).

Baca juga: Industri Kreatif Semakin Berkembang, Pemko Medan Akan Bangun Taman Budaya

Akibat pelaporan dan pemberlakuan regulasi itu, kelompok Medan Teater yang terpinggirkan ke trotoar.

Padahal, mereka sedang melakukan kegiatan positif, yaitu latihan untuk keperluan pentas di Istana Maimun pada tanggal 6 Juli atas undangan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Medan dalam Peluncuran Tahapan Pilkada.

Untuk perizinan, Medan Teater sebenarnya sudah mendapatkan izin latihan lewat surat ke Dinas terkait untuk pemakaian area TBM sebagai tempat latihan. Sebab laporan kegiatan negatif itu (yang entah dilakukan oleh siapa), aktivitas mereka kembali dibatasi.

Menyikapi itu, pegawai tersebut menyarankan agar pihak Medan Teater dan Kabid Kebudayaan melakukan mediasi pada hari itu. “Nanti langsung diskusi ke Kabid aja biar ketemu solusinya,” tambahnya.

Pihak Medan Teater sudah menghubungi Kabid Kebudayaan tetapi saat itu Kabid mengatakan sedang rapat. Setelahnya, tidak ada kabar lagi.

Baca juga: Buntut Latihan di Trotoar, Medan Teater dan Disdikbud akan Mediasi

“Sudah kami hubungi, tetapi lagi rapat. Terus kami minta izin untuk pemakaian TBM tapi belum ada jawaban lagi,” ucap Munawar, pimpinan Medan Teater.

Sulitnya Akses dan Hal-Hal Janggal di TBM

Taman Budaya adalah ruang publik sebagai wadah untuk tetap melestarikan kebudayaan. Khususnya Taman Budaya Medan, dari sana diharapkan lahir para seniman dan budayawan Kota Medan.

Dilansir dari laman Pemko Medan, Wali Kota Bobby Nasution mempersilahkan para seniman dan budayawan untuk menggunakan TBM sebagai tempat berlatih dan berkreativitas sehingga menghasilkan karya-karya seni.

Sementara di lapangan banyak para seniman dan kelompok seni mengeluh tentang sulitnya akses dari pengelola TBM yang terkesan bertele-tele dan arogan.

Salah satunya dari Teater Sisi, Masmur menyampaikan ribetnya prosedur dari TBM untuk membuat pementasan. Awal tahun mereka ada membuat program untuk pertunjukan monolog tetapi dalam proses perizinan selalu dioper-oper.

“Akhirnya tidak jadi, terlalu ribet. Malah ada sepeda motor kawan yang hilang di TBM, dan pihak pengelola lepas tangan,” ucapnya.

Pun dengan Medan Teater, salah satu anggotanya, Isty menyampaikan banyaknya tuduhan dan kejanggalan yang mereka alami dari pihak pengelola TBM.

Baca juga: Bangkitkan Gairah Perfilman Lokal, Dinas Pariwisata Medan Bersama Kemendikbud dan BPI Gelar MFF 2023

“Arus listrik rusak, mereka menuduh karena kegiatan Medan Teater tetapi saat diminta bukti tidak bisa dan malah meminta ganti rugi Rp800 ribu. Latihan di ruangan dikenakan biaya sewa Rp150 ribu tetapi tidak diperlihatkan dasar dan peraturannya,” ungkapnya.

Isty juga mengungkapkan sikap arogan pengelola yang tiba-tiba datang membubarkan latihan karena batas jam aktivitas di TBM telah habis.

Menurutnya, hal itu sebenarnya bisa disampaikan baik-baik kemudian dijelaskan regulasi detailnya seperti apa. Tetapi ini tidak.

Salah satu seniman Kota Medan, Ayub Badrin menyampaikan, persoalan antara seniman dan pihak pengelola ini sulit menemukan titik terang, sebab dari pihak pengelola selalu berubah-ubah regulasinya dan tidak bisa diajak duduk untuk diskusi.

Mereka selalu beralasan ini urusan atasan. Padahal, atasan yang mereka maksud orang Dinas Kebudayaan sendiri tidak tahu banyak kegiatan positif di TBM.

“Ketika ditanya, mereka (pihak pengelola) selalu menjawab welcome terhadap seniman tetapi senimannya yang tidak datang. Ironisnya, ketika kita datang, malah ‘diusir’. Ketika ditanya alasannya, selalu jawab gak tahu, ini urusan atasan. Diajak duduk sama untuk diskusi, gak mau juga,” ungkapnya.

Sementara itu, seniman dan pendiri LKSM Andy Mukly mengungkapkan, kembali ke fungsi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, berkesenian bagian dari pendidikan dan berkesenian juga bagian dari kebudayaan.

“Memang berkesenian tidak mesti di TBM, tapi itu kan berlaku buat yang punya sanggar. TBM sebagai ruang publik, mahasiswa juga bagian dari publik. Di beberapa kampus ada pembatasan waktu. Makanya mereka juga berharap bisa latihan di TBM,” sebutnya.

Hasil Pertemuan: Dari RDP Hingga Aksi

Dalam pertemuan ini, Ojak Manalu, sebagai moderator dan penyusun hasil pertemuan menanyakan tentang langkah berikutnya setelah hari ini. Untuk menghilangkan ‘Palang Besi’, tentunya perlu langkah yang konkrit juga dari para seniman itu sendiri.

Bagi Jones, persoalan ini sebenarnya sudah menahun dan belum menemukan jalan keluarnya. Ini bisa jadi kesempatan untuk memecahnya.

Baca juga: Disdikbud Medan Luncurkan Program Anak Wajib Sekolah, Butong: Sosialisasi harus Masif

“Persoalan ini sudah menahun, sampai puncaknya pernah dulu Rahudman datang dan langsung membuat Fakta Integritas. Ini ruang publik yang bisa diakses masyarakat. Apapun itu, para seniman tetap saja beraktivitas di sini, ‘diusir’ atau tidak, tetap aja beraktivitas,” ucapnya.

Jones melanjutkan, untuk pihak pengelola, kalau memang ada oknum seniman yang berbuat negatif di TBM, itu yang diproses. Jangan semua kena imbas, termasuk aktivitas yang positif.

Di sisi lain, pegiat seni Tok Zaki mengungkap dengan tegas bahwa yang kita hadapi ini regulasi yang tidak ada kejelasannya, sama seperti menghadapi hantu.

“Kebersatuan kita hari ini, jangan untuk hari ini saja. Harus ada keberlanjutan. Regulasi dilawan dengan regulasi. Karena ketidakjelasan regulasi itu, kita seperti berhadapan dengan ketonggeng. Kecil, keras, dan menyengat,” sebutnya.

Hasil dari diskusi pertemuan tersebut, para seniman sepakat untuk melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPRD dan pihak-pihak terkait.

Salah satu tujuannya agar Pemko Medan sendiri tidak tercoreng oleh kelakuan pihak-pihak lain dalam pengelolaan TBM.

Sebab Pemko Medan lewat Wali Kota sudah sangat jelas mendukung, membebaskan, para seniman untuk beraktivitas di Taman Budaya Medan.

Selain itu, akan dilakukan aksi pertunjukan kolaborasi seni dan budaya sebagai bentuk ‘kehadiran’ para seniman Kota Medan. Bahwa mereka masih ada, masih beraktivitas. Ketidakjelasan regulasi TBM sendiri yang membuat seolah-olah mereka tak tampak.

‘Palang Besi’ penghalang kreasi. Taman Budaya Medan sepi bukan sebab kesenian mati, tetapi regulasi. (maulana/hm17)

Related Articles

Latest Articles