Ombudsman RI: Maladministrasi Terjadi Karena Penyelenggara Tidak Kompeten
Pjs Ombudsman RI Sumut, James Marihot Panggabean. (f:amita/mistar)
Medan, MISTAR.ID
Warga negara memiliki hak untuk mendapatkan layanan pendidikan. Di dalam undang-undang dasar (UUD) ada kewajiban negara untuk menyelenggarakan pendidikan. Ketika kewajiban tidak terselenggara maka akan terjadi maladministrasi.
Hal tersebut disampaikan Penjabat Sementara (Pjs) Ombudsman RI Sumatera Utara (Sumut), James Marihot Panggabean dalam Podcast Mo Tau Aja Mistar TV di Jalan Kejaksaan No 5 EE, Sabtu (25/1/25).
Menurutnya, maladministrasi merupakan perbuatan yang dilakukan penyelenggara pelayanan publik di mana terjadi pelanggaran prosedur, tidak kompeten, dan menyimpang dari regulasi, sehingga menimbulkan kerugian.
"Kerugian tersebut dirasakan oleh masyarakat selaku pengguna pelayanan publik," ucapnya.
Penyebab utama maladministrasi, lanjutnya, pemerintah dan warga negara harus terintegral, maka ada pemisah maka terdapat masalah.
"Masalah datang dari sisi penyelenggara, tidak langsung dirasakan oleh pengguna. Ketika struktur tidak maksimal dan tidak dapat diakses masyarakat, pasti akan terputus sehingga pengguna tidak merasakannya," bebernya.
Menurut James, budaya Indonesia mempengaruhi sistem pemerintah. Keberagaman budaya sekaligus menjadi kontrol sosial atau sebagai pengendali.
Baca Juga: Ombudsman Soroti Lemahnya Pengawasan Disdik Kabupaten Nias Terkait Viralnya Video SDN 078481
"Bahwa ada hak yang sama di satu daerah dengan daerah lain," paparnya.
Aturan yang belum mengakomodir, lanjut James, mempengaruhi penyelenggaraan sistem pemerintah.
"Seharusnya, penanggung jawab bisa memetakan dan menganalisis apakah pelayanan publik selama ini sudah berjalan atau belum, ini yang kadang terabaikan," katanya.
Ombudsman RI menerima pengaduan masyarakat yang diduga terjadi maladministrasi.
"Mereka harus mengadukan dulu ke instansi terkait yang diduga melakukan maladministrasi, ketika tidak direspon maka harus mengadu ke Ombudsman RI," sambungnya.
James mengungkapkan jumlah laporan yang diterima Ombudsman RI terbilang tinggi, yang artinya pelayanan publik diduga kuat tidak berjalan baik.
Dijelaskan James, pengawas eksternal melingkupi ombudsman, masyarakat, dan DPRD kabupaten/kota.
"Dapat disebutkan saya memiliki peran ganda, yaitu masyarakat dan ombudsman. Ketika saya tidak dilayani dengan seharusnya, saya berhak melapor. Tapi sekarang banyak orang mengkritik tapi dipermasalahkan, yang harus ditelaah adalah proses dia mengkritik," jelasnya.
James menjelaskan regulasi korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) sudah ada. Regulasi korupsi saat ini cukup tinggi, namun untuk kolusi dan nepotisme kurang.
"Kami menerima laporan masyarakat dan diidentifikasi bahwa pelapor memiliki hubungan kekeluargaan dengan saya, tidak bisa menerima dan menangani laporan untuk menghindari kolusi dan nepotisme. Itu hanya cara untuk menghindari, tapi bagaimana itu dikemas dalam regulasi belum ada," tuturnya.
Menurutnya, pihak berkuasa yang mengendalikan menyelenggaraan pelayanan publik sehingga menimbulkan ketimpangan tidak dapat dihindari.
"Peran kekuasaan tidak dapat dihindari, karena kebijakan dibuat oleh pemerintah walaupun atas usulan. Yang harus dilihat adalah apakah proses pelayanan publik sama-sama dirasakan semua orang secara adil," ucapnya.
James membenarkan maladministrasi ini berasal dari penyalahgunaan wewenang.
"Potensi penyalahgunaan sangat tinggi dan akan beririsan dengan tidak kompetennya penyelenggara," tandasnya. (amita/hm18)