Ombudsman RI Perwakilan Sumut Sebut Ada 3 Substansi Maladministrasi Tertinggi
Pjs Ombudsman RI Sumut, James Marihot Panggabean saat podcast di Mistar TV. (f:amita/mistar)
Medan, MISTAR.ID
Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Utara (Sumut) mengatakan ada tiga substansi tertinggi maladministrasi pada 2023-2024, yaitu pelayanan pemerintahan daerah, kepolisian, dan pertanahan.
Penjabat sementara (Pjs) Ombudsman RI Sumut, James Marihot Panggabean mengungkapkan maladministrasi pada pelayanan pemerintah daerah terkait dengan permasalahan dalam aturan bertetangga.
"Misalnya rumah memiliki jendela samping, tapi tiba-tiba tetangga membangun tembok yang tinggi. Padahal sudah ada ketentuan maksimal berapa tingginya, hal-hal seperti itu yang sering dilaporkan ke Ombudsman," jelasnya kepada mistar.id di Jalan Kejaksaan No 5EE, pada Sabtu (25/1/25).
Untuk kepolisian, lanjut James, maladministrasi selalu terjadi terkait layanan yang tidak sesuai dengan regulasi.
"Contohnya ketika saya melakukan pelaporan, saya tidak tahu laporan sudah sampai di mana. Padahal dalam Peraturan Kapolri, penyidik harus rutin memberikan surat laporan perkembangan penyelidikan atau hasil penyelidikannya," jelasnya.
Lalu, pertanahan biasanya terkait dengan sengketa lahan.
"Proses layanan pertahanan, biasalah sengketa konflik tanah. Soal proses layanan di pertanahan, saya sudah memasukkan berkas ke pertanahan tapi belum direspon," katanya.
Tahun lalu terdapat 40,38 persen yang melapor ke Ombudsman terkait maladministrasi, James mengungkapkan laporan terus meningkat sampai saat ini.
"Tahun ke tahun mengalami peningkatan, karena kesadaran masyarakat sebagai pengawas pelayanan publik semakin tinggi. Lalu, perkembangan teknologi yang semakin cepat juga menjadi salah satu faktornya," paparnya.
Pelayanan publik buruk yang terjadi di masyarakat lalu diviralkan untuk menyelesaikan sebuah masalah dinilai James merupakan sebuah langkah terakhir ketika masyarakat tidak mendapat pelayanan yang diharapkan.
"Misalnya saya tidak mendapat pelayanan dengan baik dan sudah komplain, tapi tidak direspon berulang kali. Kan kesal, mungkin viral ini salah satu cara. Lalu apakah bisa disalahkan? Saya rasa tidak, justru yang menjadi masalah adalah pengelola aduan pelayanan publik itu yang tidak berjalan," ujarnya.
Menurutnya, viral tidak akan pernah habis karena masyarakat selalu bersentuhan dengan pelayanan publik.
"Apalagi masyarakat berbicara tentang pelayanan dasar, di Undang-Undang Pemda ada pendidikan dan kesehatan. Ini adalah hak dasar yang akan selalu dituntut oleh masyarakat," tandasnya. (amita/hm18)