20.8 C
New York
Saturday, May 18, 2024

Hitam Putih ‘Pak Ogah’, Bertahan di Tengah Keriuhan Ibu Kota

Wawan menuturkan, kemacetan itu sering terjadi di jam pulang sekolah. Belum lagi ada orang sakit yang harus buru-buru memutar di lokasi tersebut. Lanjut dia, kalau pun dirinya dan kawannya pergi dari lokasi itu, pembatas jalan itu pasti dibuka sendiri oleh warga yang dinilai dapat menimbulkan kemacetan.

“Walaupun kami pergi semua, terus pembatasnya dibuka sama warga. Otomatis mereka ini bingung semua, terus pasti macet parah,” bebernya lagi.

Sering Dimaki dan Bergelut Rasa Takut

Sambil mengusap-usap kaki, Wawan menuturkan, sudah tidak bekerja sebagai ‘Pak Ogah’ di lokasi tersebut usai dirinya dipukuli.

“Kalau dia sudah keluar dari RS bang. Cuma dia gak kerja lagi di sini semenjak kejadian itu. Mungkin dia masih trauma,” ucap Wawan.

Lanjut Wawan, pada saat kejadian memilukan itu, dirinya juga berada di lokasi, namun beruntung tidak ikut ditangkap dan dipukuli seperti Ahmad.

“Sudah saya bilang jangan lari, jalan santai aja. Tapi kawan ini lari, terus dikejar lalu dipiting. Selanjutnya dimasukkan ke dalam mobil Sabhara,” kata Wawan sambil membuka topinya.

Baca juga:Terkait Penganiayaan Pak Ogah di Medan, KontraS Mencatat 32 Kasus Kekerasan Oknum Kepolisian di Sumut

Wawan menuturkan, tidak berapa lama setelah ditangkap dan dimasukkan ke dalam mobil, Ahmad akhirnya dibuang di pinggir jalan sama seperti mayat. Beruntung ada orang yang baik hati menolong korban lalu dinaikkan di atas becak untuk dibawa ke rumahnya.

Menurut Wawan, dirinya sudah menekuni sebagai ‘Pak Ogah’ di lokasi tersebut kurang lebih dari 10 tahun lamanya. Selama itu juga, lanjut Wawan cukup banyak rintangan yang dihadapi.

“Masalahnya cuman 2 disini bang. Kalau tidak ditangkap Sabhara, ditabrak pengendara. Ya itulah perjuangan,” ucapnya sambil menghela nafas.

Dikatakan, semenjak peristiwa menimpa Ahmad, mereka merasa ketakutan dan was-was. Sebab mereka tidak mau bernasib sama dengan korban.

“Kalau Polsek Medan Kota yang menangkap, kami tidak ada dipukuli, nginap satu hari satu malam. Kami dikasih makan, baru didata,” sambungnya lagi.

Ditambahkan Wawan, proses pendataan dan penerbitan itu merupakan bagian dari pekerjaan pihak Kepolisian. “Di data itukan kerjaan mereka, sehabis itu baru kami dipulangkan. Kalau yang memasang pembatas-pembatas itu Polsek Medan Kota, bukan Dinas Perhubungan (Dishub),” bebernya.

Related Articles

Latest Articles