11.2 C
New York
Monday, May 6, 2024

Harga BBM Naik, Pengamat: Akan Ada Kenaikan Inflasi September

Medan, MISTAR.ID

Adanya kenaikan harga BBM jenis pertalite dari Rp7.650 ke Rp10.000 per liter yang telah ditetapkan oleh pemerintah pada Sabtu (3/9/22) akan memberikan dampak terhadap kenaikan biaya transportasi dan harga barang-barang. Dengan demikian akan terjadi kenaikan inflasi mulai bulan September.

Hal ini diungkapkan pengamat ekonomi Sumatera Utara Wahyu Ario Utomo, Senin (5/9/22). Kenaikan harga BBM ini menurutnya sudah banyak dibincangkan, bahkan semula masyarakat mengira akan naik pada tanggal 1 September 2022. Hanya saja besarannya masih belum diketahui saat itu.

“Sekarang sudah jelas pemerintah menaikkan harga pertalite dan solar yang disubsidi pemerintah. kenaikan juga terjadi pada pertamax. Tentunya, bagi rumah tangga, kenaikan harga BBM ini akan memberikan beban karena terjadinya kenaikan harga barang-barang. Hasilnya, rumah tangga harus berhemat,” jelasnya.

Selain itu, sambung Wahyu, pengeluaran harus dikurangi dengan cara menghasilkan sendiri barang yang diperlukan. Misalnya memasak sendiri kebutuhan makanan rumah tangga. Dampaknya, penjualan rumah makan akan berkurang. UMKM kuliner akan terkena dampak, selain harus menanggung beban kenaikan harga bahan makanan, dan juga berkurangnya pembeli karena masyarakat berhemat.

Baca Juga:Harga BBM Naik, Tarif Angkot di Kota Medan Naik 30 Persen

“UMKM non-kuliner juga berkurang, karena masyarakat akan lebih mementingkan kebutuhan makanan. Dengan demikian, kenaikan harga pertalite dan solar akan meningkatkan inflasi dan menekan laju pertumbuhan ekonomi,” sebutnya.

Disebutkan Wahyu, tentunya pemerintah sudah menghitung dampak ini, dan kemudian berharap dampaknya tidak begitu besar. Karena kenaikan harga BBM juga menyebabkan kelompok masyarakat yang hampir miskin, akan jatuh kembali menjadi miskin.

“Kita ketahui memang pemerintah telah menyiapkan bantuan sosial seperti BLT kepada masyarakat, namun apakah sudah menyasar kelompok yang hampir miskin? Jika kelompok hampir miskin nantinya tak tercover dengan bansos, maka kenaikan BBM akan memberikan dampak besar bagi kelompok ini. Sudah jatuh miskin tapi tidak mendapatkan bansos dari pemerintah,” terangnya.

Untuk itu, menurut Wahyu, harus ada pendataan ulang. Jika kelompok masyarakat yang datanya sudah masuk ke Data Terpadu Kesejahteran Sosial (DTKS) Kementerian Sosial maka mereka terbantu daya belinya dengan bantuan sosial pemerintah.

Baca Juga:Kapolres Simalungun Imbau Warga Tidak Panic Buying Akibat BBM Naik Harga

Tapi kelompok hampir miskin yang tak terdata, kelompok ini menjadi termarginalkan. Menanggung biaya hidup yang naik, sementara bantuan sosial tidak mereka terima.

Terpisah praktisi asal UISU Gunawan Benjamin menggambarkan setelah dinaikkannya harga BBM, ia menemukan telah terjadi penyesuaian kenaikan harga tarif angkutan barang, khususnya angkutan bahan pangan. Besaran kenaikannya masih di kisaran angka 20% hingga 23%.

Jadi dari beberapa pengangkut barang bahan pangan Medan ke Kabupaten Karo dan sekitarnya itu mengalami kenaikan sebesar 21%. Untuk satu kali jalan (pulang-pergi), pick up pengangkut bahan pangan muatan 2 hingga 3 ton itu yang awalnya sebesar Rp700 ribuan, saat ini sudah dinaikkan menjadi Rp850 ribuan.

“Jadi kalau dikonversikan ke dalam bentuk harga barang, akan ada kenaikan sekitar Rp100 hingga Rp300 bahan pangan per kilonya di tingkat pedagang besar atau bisa mencapai Rp500 tergantung jarak tempuhnya,” jelas Gunawan.

Baca Juga:Tak Terpengaruh Kabar Harga BBM Naik, Antrian Kendaraan di Siantar Masih Normal

Untuk di tingkat pedagang pengecer kenaikannya bisa lebih tinggi, mencapai Rp500 hingga Rp1.500 per kg dari harga sebelumnya. Dan kemungkinan kenaikan lebih dari Rp1.500 juga berpeluang tercipta. Karena sangat tergantung dengan kapasitas pengangkutan barang dalam sekali jalan. Jadi semakin banyak muatan dalam satu kali pengangkutan, maka penambahan harga bisa semakin murah.

Jika dari petani ke pedagang besar, ini umumnya muatan barang akan sangat besar dalam sekali jalan. Tetapi dari pedagang besar ke pedagang pengecer, ini muatannya bisa ditemukan hanya ratusan kilogram saja, bahkan bisa di bawah 500 kg. Sementara biaya BBM nya tidak jauh berbeda.

“Faktanya pedagang pengecer dari wilayah Binjai, Langsa, Langkat, Deli Serdang, Serdang Bedagai hingga Tebing Tinggi ini kerap berbelanja di pasar induk di Kota Medan,” jelasnya.

Sehingga, potensi lompatan harga di tingkat pedagang pengecer di sejumlah wilayah tersebut tentunya akan lebih tinggi dibandingkan dengan pedagang pengecer di wilayah Kota Medan. (anita/hm14)

Related Articles

Latest Articles