10.8 C
New York
Monday, May 6, 2024

Perempuan Turki Marah Setelah Dikeluarkan dari Traktat Jaga Wanita

Ankara, MISTAR.ID

Kemarahan kaum hawa di berbagai wilayah Turki, pecah. Mereka turun ke jalan menyikapi langkah Presiden Recep Tayyip Erdogan yang menarik negara itu dari traktat Eropa soal pencegahan kekerasan terhadap perempuan, Sabtu waktu setempat.

Erdogan menarik negara itu dari perjanjian internasional tersebut dengan meneken dekrit pada Jumat (19/3/21). Traktat itu sendiri disepakati negara-negara Eropa dalam pertemuan di Istanbul, Turki, dan hingga pekan lalu sudah diratifikasi 45 negara.

“Batalkan keputusan Anda, terima lagi traktat,” demikian teriak para demonstran perempuan di Istanbul, Sabtu, seperti dikutip dari AFP.

Baca Juga: Turki Penjarakan Ratusan Perempuan dan Anak-anak Terkait Gullen

Para demonstran membawa poster yang bertuliskan tuntutan mereka, ada pula yang membawa poster foto perempuan-perempuan terbunuh di Turki.

Salah satu perempuan demonstran, Banu, mengatakan dia sudah cukup muak dengan ‘negara yang patriarki’.

“Saya sudah cukup dengan perasaan tak pernah tenang. Cukup!” ujar Banu di sela-sela demonstrasi kepada jurnalis.

Baca Juga: PBB Desak Repatriasi 27 Ribu Anak Anggota ISIS Dari Suriah

Demonstrasi juga terjadi di ibu kota Turki, Ankara dan kota Izmir.

Penulis perempuan Turki, Elif Safak, lewat akun media sosial Twitter miliknya menunjukkan kemarahan atas langkah Erdogan tersebut.

“Memalukan soal kefanatikan ini, patriarki, yang tak berperasaan untuk melindngi pengganggu dan pembunuh, bukan perempuan,” ujar Elif.

Baca Juga: Amerika Serikat Dituding Dalang Kudeta Gagal 2016 Di Turki

Wali Kota Istanbul Ekrem Imamoglu-yang juga berasal dari partai oposisi pemerintah Turki-mengatakan langkah Erdogan tersebut sungguh menyakiti dan mengabaikan perjuangan perempuan selama bertahun-tahun.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Dewan Eropa Marija Pejcinovic Buric mengkhawatirkan manuver Erdogan tersebut sebagai langkah mundur.

“Langkah [Turki] ini merupakan sebuah kemunduran besar atas segala upaya-upaya yang telah dilakukan. Dan, lebih menyedihkan karena membahayakan perlindungan perempuan di Turki, di seluruh Eropa dan sekitarnya,” kata Buric dalam pernyataan resminya

Buric menegaskan traktat itu sendiri sejatinya standar emas dari perjanjian internasional untuk melindungi para perempan dari kekerasan yang mereka hadapi di tengah masyarakat setiap harinya.

Para pengkritik menilai pemerintahan Erdogan belum berbuat cukup untuk mencegah femisida dan kekerasan di dalam rumah tangga (KDRT).

Turki sendiri tak memiliki statistik resmi atas femisidadi negara tersebut. Namun, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendata setidaknya 38 persen perempuan di Turki menjadi sasaran kekerasan dari pasangan mereka, dibandingkan dengan sekitar 25 persen di negara lain di Eropa.

Sebagai informasi, Turki telah menjadi kandidat untuk bergabung dengan Uni Eropa sejak 2005.Namun, pembicaraan mengenai proses keanggotaan tersebut tak muls karena karena perbedaan kebijakan dan catatan hak asasi manusia yang terjadi di Turki.

Menteri Pelayanan Sosial, Keluarga, dan Pekerja Turki Zehra Zoemroet Selçuk lewat akun media sosial Twitter miliknya menyatakan hak perempuan sudah cukup kuat dijamin dalam konstitusi dan undang-undang negara tersebut. Oleh karena itu, ujar Selçuk, sistem hukum di Turki sendiri sudah cukup kuat untuk melindungi perempuan.

Perempuan itu menegaskan kekerasan atas kaum hawa di Turki akan dihukum tanpa toleransi.(CNN/hm02)

 

Related Articles

Latest Articles