14.3 C
New York
Tuesday, April 30, 2024

Hubungan Cina dan AS kembali Memanas, Ini Tujuh Faktor Penyebabnya

Beijing, MISTAR.ID

Duta Besar China, Xiao Qian, menuding pemerintahan Amerika Serikat telah melakukan 7 kejahatan besar. Akibatnya, hubungan kedua negara kembali memanas.

Pertama, ia mengklaim AS adalah provokator ‘New Cold War’ atau perang dingin baru. Menurut Xiao Qian, AS telah memprovokasi pertentangan ideologi, dan membangkitkan revolusi berwarna di berbagai belahan dunia.

AS juga diklaim terlalu brutal mengintervensi urusan dan kepentingan dalam negeri negara lain, bahkan untuk ini, AS tidak segan menggunakan perang untuk kepentingan politiknya yang membuat malapetaka bagi negara lain.

“Sementara China berkomitmen untuk membangun kerja sama bersahabat dengan negara-negara lain atas dasar ‘Lima Prinsip Hidup Berdampingan Secara Damai’. China juga berkomitmen untuk tidak mengekspor ideologinya ataupun mencampuri urusan dalam negeri negara lain,” kata Xiao Qian, dikutip dari Chineseembassy, Jumat (30/10/20).

Baca juga: Jolene Rotinsu Wakili Indonesia di Ajang Miss Internasional 2019

Kedua, AS adalah penyebar ‘Virus Politik’. Para Politis AS diklaim kerap kali mendahulukan kepentingan politik dalam mengatasi pandemi virus corona (Covid-19). Hasilnya, penyebaran wabah menjadi lepas kendali dan berakibat penderitaan rakyat.

“AS sedang menyebarkan ‘virus politik’, menimpakan kesalahan kepada pihak lain, menyerang Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tanpa alasan yang rasional, dan bahkan keluar dari keanggotaan WHO. Tindakan AS ini telah mengganggu kerja sama global untuk menangani pandemi,” kata Xiao Qian.

Berlainan dengan AS, menurut Xiao Qian, China berprinsip pada keselamatan rakyat dalam melakukan pengendalian pandemi Covid-19 yang ilmiah dan efektif. Pihaknya juga gencar menggalang kerja sama internasional untuk menangani pandemi, serta membangun komunitas kesehatan manusia.

Ketiga, AS adalah penghambat bagi kerja sama dan keterbukaan dunia. Menurut Xiao Qian, AS menjalankan prinsip ‘American First’, melakukan proteksionisme pada sektor perdagangan, dan membelokkan rantai industri global.

Baca juga: Tujuh Film Ini Mampu Bangkitkan Jiwa Nasionalisme

Kebijakan unilateral AS juga menekan negara tertentu, mengganggu sistem perdagangan multilateral dan tatanan ekonomi internasional, bahkan menghalangi upaya kerja sama dan keterbukaan global.

Sementara itu, Xiao Qian menjelaskan negaranya justru membuat keterbukaan, inklusivitas, dan transparansi dengan inisiatif ‘Belt and Road’ yang menguntungkan semua pihak.

Keempat, China menuding AS adalah adalah negara peretas terbesar di dunia. Xiao Qian menyebut, Badan Intelijen AS (CIA) juga sejak lama melakukan penyadapan yang ilegal terhadap pemerintah, bisnis, maupun individu dari negara lain, bahkan negaranya sendiri.

“Tindakan ini telah mendatangkan ancaman besar bagi keamanan nasional di berbagai negara. Aksi AS yang ibaratnya ‘maling teriak maling’ ini adalah sesuatu yang konyol,” kata Xiao Qian.

Baca juga: PHRI BELUM RASAKAN DAMPAK POSITIF PENERBANGAN INTERNASIONAL

AS juga dituding menyalahgunakan kekuasaan negara untuk menekan perusahaan China secara sewenang-wenang. Sementara itu, pihaknya justru mengajukan keamanan data global demi keamanan jaringan internet dunia. Perusahaan China seperti Huawei dan ZTE diklaim telah melakukan kontribusi untuk perkembangan infrastruktur dan telekomunikasi global.

Kelima, negeri tirai bambu tersebut AS adalah pencipta penderitaan bagi dunia Muslim. Kebijakan “Muslim Ban’ atau larangan masuk AS untuk umat Muslim yang pernah dilakukan pemerintahan Negeri Paman Sam tersebut membuktikan AS bertentangan dengan Islam.

Xiao Qian juga menyebut, AS mengabaikan hak dan kepentingan Palestina dalam konflik dengan Israel, membangkitkan ‘Revolusi Berwarna’ di sejumlah negara mayoritas pemeluk Islam, meluncurkan perang proksi (proxy war), dan bahkan melakukan serangan langsung terhadap negara lain tanpa alasan yang jelas.

“Semua ini mendatangkan instabilitas, konflik, perpecahan, dan penderitaan berkepanjangan bagi dunia Muslim,” tuturnya.

Baca juga: Demi Sinergi, Jokowi-Ma’ruf Diminta Dalami Perjanjian Internasional

Keenam, AS dituding sebagai faktor paling berbahaya bagi perdamaian Laut China Selatan (LCS). Di mana China telah melakukan berbagai upaya untuk mencapai kedamaian dan stabilitas keamanan di LCS, melakukan negosiasi damai, dan mendorong kerja sama.

“Sedangkan AS, demi kepentingan hegemoni maritimnya, justru tidak pernah meratifikasi Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS), tetapi malah bertingkah sebagai pembela UNCLOS. Demi kepentingan geopolitiknya, AS juga terus-menerus memprovokasi konflik, memamerkan kekuatan militer, dan menciptakan ketegangan di LCS,” jelas Xiao Qian.

Terakhir, AS disebut perusak kerja sama regional. Xiao Qian menyebut, strategi Indo-Pasifik a la AS penuh nuansa konfrontasi dan mentalitas perang dingin. Strategi AS tersebut berupaya membangun organisasi keamanan seperti NATO versi kawasan Indo-Pasifik yang dipimpin AS.

Menurut Xiao Qian, langkah AS ini bertentangan dengan semangat kerja sama yang saling menguntungkan di Asia Timur. Selain itu kehadiran NATO baru ini akan mencampuri posisi kepemimpinan ASEAN dalam urusan regional.

Baca juga: Jaringan Narkoba Internasional, Polisi Tembak Mati Warga Aceh

“Sekaligus merusak momentum positif kerja sama Asia Timur yang telah berlangsung sekian lama. Langkah yang membalikkan sejarah ini merupakan ancaman besar bagi perdamaian dan stabilitas kawasan,” tuturnya.

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, datang berkunjung ke Indonesia. Merespon hal tersebut, Duta Besar China Xiao Qian menyebut kedatangan AS ke Indonesia telah memprovokasi hubungan bilateral China-Indonesia.

Kedatangan Pompei juga disebut sebagai bentuk intervensi AS dalam kerja sama China dengan negara lainnya di kawasan. “Mereka juga harus berhenti memprovokasi dan mengintervensi hubungan kerja sama bersahabat antara China dengan negara-negara lain di kawasan,” kata Xiao Qian.(cnn/hm07)

Related Articles

Latest Articles