Korupsi Proyek Jalan di Toba Rp4,9 Miliar, KPA dan Rekanannya Dipenjara 3 Tahun
Terdakwa Rico Menanti Sianipar (kiri) dan terdakwa Akbar Jainuddin Tanjung (tengah) saat menjalani sidang pembacaan putusan. (f:deddy/mistar)
Medan, MISTAR.ID
Rico Menanti Sianipar (52), Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) pada pekerjaan peningkatan kapasitas jalan provinsi Parsoburan-Batas Labuhanbatu Utara (Labura) di Kabupaten Toba tahun anggaran 2021 dipenjara 3 tahun, Jumat (17/1/25).
Selain Rico, Akbar Jainuddin Tanjung (32) selaku Direktur PT Eratama Putra Prakarsa (rekanan) juga divonis 3 tahun penjara oleh oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Medan mengorupsi proyek peningkatan kapasitas jalan provinsi ini.
Majelis hakim yang diketuai Lucas Sahabat Duha menyatakan kedua terdakwa tersebut terbukti bersalah melakukan korupsi yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp4.931,579,048 (Rp4,9 miliar) sebagaimana dakwaan subsider.
Dakwaan subsider jaksa penuntut umum (JPU) yang dimaksud tersebut ialah pasal 3 jo pasal 18 undang-undang (UU) nomor 31 tahun 1999 yang telah diubah menjadi UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Rico Menanti Sianipar dan terdakwa Akbar Jainuddin Tanjung oleh karena itu dengan pidana penjara selama 3 tahun," cetus Lucas di Ruang Sidang Cakra 2 Pengadilan Tipikor pada PN Medan.
Kemudian, keduanya juga dihukum untuk membayar denda masing-masing sebesar Rp200 juta. Dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama 1 bulan.
Khusus buat Akbar, hakim membebankannya untuk membayar uang pengganti (UP) kerugian keuangan negara yang telah dinikmatinya sebesar Rp20 juta.
"Dengan ketentuan apabila UP tidak dibayar paling lama 1 bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkrah), maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi UP tersebut," ucap Lucas.
Namun, sambung hakim, dalam hal Akbar tidak memiliki harta benda yang mencukupi untuk menutupi UP tersebut, maka harus diganti dengan pidana penjara selama 1 tahun.
Sementara itu, Rico tidak dihukum untuk membayar uang pengganti (UP), karena dia dinilai oleh hakim tidak ada menikmati kerugian keuangan negara tersebut.
Hal-hal yang memberatkan terhadap Rico, kata hakim, perbuatannya mengakibatkan kerugian keuangan negara, perbuatannya tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), serta sudah pernah dihukum di perkara lain dan kini tengah menjalani hukuman tersebut.
Sedangkan, sambung hakim, hal-hal yang meringankan ialah Rico berterus terang mengakui dan menyesali perbuatan korupsi yang telah dilakukannya.
"Hal-hal yang memberatkan untuk Akbar, perbuatannya mengakibatkan kerugian keuangan negara serta perbuatannya tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan KKN," ujar Lucas.
Lucas menjelaskan hal-hal yang meringankan terhadap Akbar, yaitu dirinya berterus terang mengakui dan menyesali perbuatannya, serta Akbar belum pernah dihukum.
Setelah mendengarkan putusan, jaksa penuntut umum (JPU) dan Akbar menyatakan pikir-pikir selama 7 hari terkait apakah mengajukan upaya hukum banding atau tidak. Sedangkan, Rico menyatakan menerima vonis tersebut.
Diketahui, hukuman tersebut lebih ringan daripada tuntutan JPU pada Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) yang sebelumnya menuntut Rico beserta Akbar 4 tahun dan 6 bulan (4,5 tahun) penjara serta denda masing-masing Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan.
Teruntuk Akbar, jaksa menuntutnya membayar UP sebesar Rp20 juta. Dengan ketentuan apabila UP tidak dibayar paling lama 1 bulan setelah putusan pengadilan inkrah, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi UP tersebut.
Namun, dalam hal Akbar tidak memiliki harta benda yang mencukupi untuk menutupi UP tersebut, maka harus diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun. (deddy/hm18)
PREVIOUS ARTICLE
Tekan Angka ATS Jadi Atensi Disdik Sumut pada 2025