16 C
New York
Tuesday, May 7, 2024

70 Pelaku Pencurian Sawit PTPN IV Terima Restorative Justice Massal

Simalungun, MISTAR.ID

Sebanyak 70 orang tersangka pelaku tindak pidana pencurian buah kelapa sawit milik PTPN IV mendapatkan  restorative justice (keadilan restoratif) massal yang digelar Polsek Tanah Jawa, pada Senin (31/7/23).

Semuanya telah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana pencurian, dengan total sebanyak 64 laporan pengaduan (LP).

Adapun para tersangka, yakni Suharman (30) dengan nominal nilai kerugian sebesar Rp 127.024. Sementara Irwansyah Sitorus (35) diketahui nominal kerugian sebanyak 6 tandan buah segar (TBS) sawit.

Baca juga: Kasus Penganiayaan Anak Tokoh Pemuda Belawan Berakhir Restorative Justice

Selanjutnya, Herman dengan barang bukti 4 tandan sawit dan nilai kerugian Rp 164.000. Kemudian, Landit Bakara (40) dan Fernando Hutauruk (37) dengan nominal kerugian sebesar Rp 164.000.

Kapolres Simalungun, AKBP Ronald Sipayung  mengatakan, keseluruhan tersangka merupakan pelaku pencurian buah kelapa sawit di wilayah kerja PTPN IV dari mulai tahun 2021-2023. Sementara pelapor pihak PTPN IV.

Kata Ronald, dasar hukum pemberian restorative justice yakni, Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.

“Jadi ini merupakan mediasi ataupun upaya penyelesaian hukum lewat musyawarah, tanpa harus melewati persidangan,” terangnya.

Baca juga: Sengketa Tanah di Medang Deras Diselesaikan Melalui Restorative Justice

Meskipun demikian, kata Ronald, para pelaku akan dikenakan sanksi sosial atau hukum badan, seperti membersihkan tempat ibadah, kantor Pangulu dan kantor PTPN IV.

“Mereka selama menjalani hukuman badan tak boleh melakukan perbuatan yang melanggar hukum. Apabila ada ditemukan, maka akan diterapkan hukum murni tanpa ada pengurangan lagi,” jelasnya.

Ronald menegaskan, tidak semua pelaku tindak pidana bisa menerima program restorative justice. Pasalnya, ada aturan-aturan dan ketentuan tertentu.

Di tempat yang sama, Anggota Komisi III DPR RI, Hinca Panjaitan mengatakan, ini merupakan salah satu program yang terus digagas oleh pihaknya sekitar 2 tahun lalu.

Baca juga: Kasus Tetangga Saling Lapor di Nisel, Polda Sumut Ambil Langkah Restorative Justice

“Baru lah hari ini terealisasi. Jadi Polsek Tanah Jawa yang pertama menerapkan program restorative justice,” kata politisi Partai Demokrat ini.

Kata Hinca, penerapan restorative justice untuk penyelesaian peristiwa pidana dengan nilai nominal kerugian sangat kecil. Tujuannya memberikan pemanfaatan hukum tanpa harus menjalani hukuman pidana.

“Penyidik telah menghadirkan pihak PTPN IV sebagai pelapor,  tersangka dan keluarga, serta perangkat desa. Mereka sudah maaf memaafkan, meskipun demikian tetap berjalan hukuman sosial sesuai permintaan PTPN IV,” terang Hinca.

Lanjutnya , tidak semua kasus dapat diterapkan program itu. Salah satunya tindak pidana pencurian dengan nominal kerugian kecil dan bisa diyakini pelaku menyadari perbuatannya.

Baca juga: Kapolda dan Kajati Sumut Fasilitasi Restorative Justice Kasus Penganiayaan di Nias Selatan

Berikutnya, tindak pidana anak, tindak pidana lalu lintas, tindak pidana informasi dan transaksi elektronik, dan tindak pidana perempuan yang berhadapan dengan hukum.

Sementara, untuk kasus pembunuhan, narkoba, korupsi dan perbuatan-perbuatan pidana yang bisa menimbulkan efek yang cukup besar tidak dapat diterapkan program itu.

Untuk hukuman sosial para tersangka cukup bervariasi. Seperti salah satunya tersangka, Suharma diberikan saksi membersihkan tempat ibadah, kantor Pangulu dan kantor PTPN IV sebanyak 3 kali dalam seminggu selama 3 bulan lamanya.

Tersangka Landit Bakara membersihkan tempat ibadah sebanyak 2 kali dalam seminggu selama 1 bulan lamanya. Dalam menjalankan sanksi itu, mereka juga diwajibkan rompi warna kuning dengan bertulisan restorative justice.(matius/hm16)

Related Articles

Latest Articles