Jakarta, MISTAR.ID
Surplus perdagangan Indonesia untuk bulan Juli 2023 menurun dibandingkan bulan yang sama tahun lalu dengan hanya mencatat $1,31 miliar.
Badan Pusat Statistik (BPS), Selasa (15/8/23) mengatakan, surplus ini terdiri dari surplus sektor nonmigas senilai US$ 3,22 miliar, namun sektor migas mengalami defisit sebesar US$ 1,91 miliar.
Pada bulan Juli 2023, nilai ekspor Indonesia mencapai US$20,88 miliar, mengalami kenaikan sebesar 1,36% dari Juni 2023. Namun, terjadi penurunan sebesar 18,03% jika dibandingkan dengan Juli 2022.
Baca Juga:Â Efek Ekonomi China Lesu, Rupiah Melemah ke Rp15.315 per Dolar
Sementara itu, nilai impor Indonesia pada Juli 2023 mencapai US$19,57 miliar, naik sebesar 14,10% dari bulan Juni 2023, namun mengalami penurunan sebesar 8,32% jika dibandingkan dengan Juli 2022.
Seperti dilansir dari laman Beritasatu, Pelaksana Tugas Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan bahwa pada bulan Juli 2023, surplus sebesar US$1,31 miliar ini artinya, Indonesia memiliki surplus neraca perdagangan selama 39 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
Surplus ini lebih banyak didukung sektor nonmigas, yaitu sebesar US$3,22 miliar.
Beberapa komoditas yang mendukung surplus ini termasuk bahan bakar mineral seperti batubara, minyak nabati seperti CPO, dan produk besi dan baja.
Baca Juga:Â Pengendalian Inflasi dan Stabilitas Ekonomi, Kapoldasu Soroti 1,2 Juta Pengangguran di Sumut
Namun, sektor migas mengalami defisit sebesar US$1,91 miliar pada bulan Juli 2023. Minyak mentah dan produk-produk minyak menjadi penyumbang utama defisit dalam sektor ini.
Secara keseluruhan, dari Januari hingga Juli 2023, neraca perdagangan Indonesia mencatatkan surplus sebesar US$21,24 miliar. Meskipun terdapat surplus, terjadi penurunan sebesar US$7,88 miliar dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Tiga negara yang memberikan kontribusi surplus terbesar pada bulan Juli 2023 adalah India (US$1,4 miliar), Amerika Serikat (US$1,1 miliar), dan Filipina (US$718,6 juta). Sementara itu, tiga negara yang mengalami defisit terbesar pada bulan yang sama adalah Tiongkok (US$621 juta), Australia (US$549,3 juta), dan Jerman (US$459 juta).
Amalia menjelaskan, defisit terbesar dengan China disebabkan impor barang mesin, peralatan mekanik dan elektrik, serta produk plastik. (Mtr/hm22)