19.4 C
New York
Tuesday, May 28, 2024

Siapapun Presiden yang Terpilih, Pengendalian Harga Pangan Kedepan Tetap saja Rumit

Disisi lainnya, neraca perdagangan yang melemah justru sangat berpeluang menekan kemampuan pemerintah dalam melakukan importasi kebutuhan pangan seperi beras.

“Belum lagi dampak dari perang yang meluas yang bisa mengakibatkan kenaikan harga pangan yang timbul akibat gangguan rantai pasok. Serta menjadi ancaman kenaikan harga pangan olahan lainnya seperti mie instan, kebutuhan protein hingga tahu dan tempe,” tambahnya.

Gunawan mengatakan karena neraca dagang yang defisit justru bisa memicu pelemahan Rupiah. Indonesia pernah menghadapi neraca dagang yang defisit pada periode tahun 2012 hingga 2014.

Baca juga : Rakor Pengendalian Inflasi Daerah, ini Pesan Mendagri untuk Kepala Daerah

“Dimana mata uang Rupiah kala itu terdepresiasi dari kisaran 8.900 menjadi 12.580 per US Dolar di Desember 2014. Ada pelemahan sekitar 41% yang tentunya harus jadi pelajaran bagi presiden terpilih nantinya,” ujarnya.

Jika Surplus terus mengecil, jelas memicu pelemahan rupiah yang akan membuat harga barang impor mengalami kenaikan.

“Mengingat kita saat ini dikelilingi dengan banyak sentimen negatif seperti cuaca yang tidak bersahabat akibat pemasanan global, alih fungsi lahan pertanian, pelemahan harga komoditas unggulan yang melemahkan ekspor, kebijakan proteksi Negara surplus pangan hingga geopolitik,” tandasnya.

Baca juga : Pasar Pengendalian Harga Tebing Tinggi Laris Manis, 1 Jam 10 Ton Beras Ludes

Impor untuk bahan baku pembuatan kebutuhan pangan cukup tinggi. Mulai beras, kedelai, sapi bakalan dan daging sapi, susu, hingga bahan baku untuk pakan ternak dan banyak kebutuhan impor lainnya.

“Jadi kalau Rupiah terus melemah, maka harga kebutuhan masyarakat akan sulit untuk dijaga stabilitasnya. Jadi bagi Presiden Indonesia kedepan, lakukan upaya maksimal agar ekspor bisa terjaga dan kita punya ruang pengendalian harga pangan yang lebih leluasa,” harapnya. (dinda/hm18)

Related Articles

Latest Articles