Respons Pengamat Kebijakan Publik Soal Penghapusan Utang Macet UMKM


respons pengamat kebijakan publik soal penghapusan utang macet umkm
Medan, MISTAR.ID
Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini mengumumkan kebijakan penghapusan utang macet bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 tentang Penghapusan Piutang Macet Kepada UMKM.
Kebijakan ini bertujuan untuk meringankan beban finansial para pelaku UMKM yang terdampak oleh bencana alam, pandemi, dan berbagai kesulitan ekonomi lainnya.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas HKBP Nommensen (UHN) Medan, Prof Marlan Hutahaean, mengapresiasi PP ini. Ia juga berharap, hal ini sudah melalui kajian terlebih dahulu.
Baca juga:Penghapusan Utang Macet UMKM, Pengamat Minta Pemerintah Teliti
“Apakah memang sudah dikaji secara mendalam lintas kementerian, dan juga perbankan yang tergabung dalam Himbara (Himpunan Bank Milik Negara), karena ini kan saling terintegrasi. Artinya utang UMKM ke pemerintah melalui bank, kan?,” katanya kepada mistar.id, Sabtu (9/11/24).
Masyarakat, lanjut Marlan, patut bersyukur dan berpikir positif dengan kebijakan populis ini, terlepas apakah itu suatu permulaan yang bagus atau tidak.
“UMKM termasuk penyangga ekonomi kita. Ada perusahaan besar tetapi ketika terjadi krisis moneter 97 dan ekonomi tahun 98, usaha-usaha besarkan ambruk. Yang eksis itu UMKM, pedagang-pedagang kecil,” lanjutnya.
Marlan menjelaskan, saat itu UMKM tidak banyak terpengaruh, karena memakai rupiah dengan skala yang tidak terlalu besar. Sedangkan perusahaan besar menggunakan dolar serta mata uang asing lainnya.
Baca juga:Soal Penghapusan Piutang Macet UMKM, Begini Kata Pengamat
Pelaku UMKM tentu bergembira, karena selama ini negara hadir ke perusahaan-perusahaan besar.
“Nah ini pemerintah hadir ke kelompok mikro kecil dan menengah, walaupun dibatasi untuk sektor-sektor ketahanan pangan, pertanian, perikanan, kelautan, dan peternakan,” ucap Marlan.
Guru Besar bidang Ilmu Administrasi Publik UHN Medan ini juga menegaskan, kebijakan ini bisa berakibat negatif, apabila pelaku UMKM yang dihapuskan utang macetnya justru tidak berkembang. Sehingga kemungkinan hutangnya tidak dapat dibayarkan karena tidak berjuang, dan lain sebagainya.
Marlan mewanti-wanti, kebijakan ini jangan sampai membuat para pelaku UMKM menjadi malas dan malah kembali menunggu utang diputihkan.
Baca juga:Tiga Syarat UMKM Pertanian-Perikanan yang Utangnya Dihapus
Selain itu, menurut Marlan, pemerintah juga perlu memberikan ruang bagi pengembangan UMKM dengan memberikan bantuan modal setelah pemutihan utang ini.
“Selama ini mereka menjalankan usahanya dari mana? Bayar utang saja nggak bisa. Apakah pemerintah kemudian memberi kepercayaan lagi kepada mereka ini untuk diberikan suntikan modal sehingga bisa berjalan usahanya?,” tukas Marlan.
Dia mencontohkan kondisi petani, yang menjual gabah seharga Rp7.500 per kilogram, sementara di pasar dijual dengan harga Rp15.000.
“Petaninya sudah capek-capek, dapatnya segitu. Ini pengepul kok gede kali gitu. Ini kan persoalan juga. Nah bagaimana dengan fasilitas? Kita tahu pupuk subsidi hanya jargon saja. Tapi pelaksanaan, pupuknya hilang, diborong orang tertentu. Harganya naik, petani beli pupuk yang mahal,” terangnya.
Baca juga:Kemenkop Ajukan Penghapusan Utang Petani Hingga Pelaku UMKM
Dirinya menilai, masih banyak instrumen lain yang harus disediakan pemerintah. Selain membebaskan utang, pemerintah juga harus mengawasi implementasi dan evaluasi, kenapa UMKM tersebut tidak berkembang dan akhirnya gagal membayar utang.
Pemerintah bisa dikatakan sukses ketika UMKM itu naik pangkat. “Mikro jadi kecil, kecil jadi menengah, dan seterusnya. Jadi jangan gitu-gitu terus, harus bisa naik kelas,” sambung Marlan.
Marlan juga sepakat, UMKM adalah penyangga ekonomi nasional, tapi tidak hanya di bidang ketahanan pangan.
Jangan sampai UMKM yang lain iri, ya kan? Kenapa ketahanan pangan saja, kami gimana,” tutupnya. (susan/hm16)
NEXT ARTICLE
Harga Emas di Pegadaian Anjlok Berjamaah