Petani Harapkan Harga Gabah di Atas HPP


Petani panen padi. (f: adil/mistar)
Medan, MISTAR.ID
Pengamat Ekonomi, Gunawan Benjamin, mengatakan kebijakan pemerintah menetapkan harga gabah kering panen (GKP) Rp6.500, menjadi keluhan sejumlah petani di Sumatera Utara (Sumut).
"Di lapangan terdapat keluhan dari petani. Penyerapan gabah oleh Bulog masih belum menjangkau wilayah yang sulit," katanya melalui pesan tertulis, Rabu (19/2/25).
Pemerintah, lanjut Gunawan, masih mengandalkan titik penjemputan oleh kendaraan dalam tonase besar.
"Langkah Bulog dalam kolaborasi dengan kilang untuk menyerap beras petani, dinilai kurang begitu direspon positif pihak kilang," ujarnya.
Gunawan menyampaikan, kerja sama yang ditawarkan menyisakan kekhawatiran bagi pemilik kilang karena urusan pemeriksaan dan administrasi yang menyita waktu.
"Pihak kilang menginginkan deal harga yang lebih mahal, karena harga acuan pembelian gabah petani dipaksakan berdasarkan acuan Harga Pokok Pembelian (HPP)," ucapnya.
Serapan harga gabah di kilang, kata Gunawan, diharapkan oleh petani harus di atas Rp12.000 per kilogram di Sumut.
Menurut Gunawan, sisi positif kebijakan ini adalah nilai tukar petani menjadi terjaga karena harga yang dipatok mengacu pada HPP.
Kebijakan tersebut, membuat harga gabah di level petani sulit untuk turun, dan dapat menjaga kesinambungan produksi padi dalam jangka waktu yang panjang.
"Kebijakan ini akan tetap menekan potensi alih fungsi lahan, hingga menjaga kesinambungan bercocok tanam,"tuturnya.
Dengan aturan ini, lanjutnya, kilang wajib membeli GKP sesuai peraturan yang telah ditetapkan, sehingga perlahan mengalami pemulihan.
Sedangkan dampak negatif dari kebijakan ini, sambung Gunawan, membuat harga beras di level konsumen tidak mencerminkan harga realitas di lapangan.
Lebih lanjut dikatakannya, kebijakan ini membuat harga gabah di lapangan tidak lagi mengacu pada kemampuan penyerapan kilang.
"Demand and supply untuk Gabah Kering Panen (GKP) atau Gabah kering giling (GKG) tidak sepenuhnya berlaku dalam pembentukan harga," katanya.
Lanjutnya, pihak kilang padi atau produsen beras menjadi tidak maksimal dalam mengakumulasi keuntungan saat terjadi penurunan harga di lapangan.
"Karena GKP mengacu ke HPP pemerintah. Dampak negatif itu lebih dirasakan oleh konsumen dan sebagian produsen," ucapnya. (amita/hm20)