25 C
New York
Tuesday, August 6, 2024

Perkembangan Ekonomi Indonesia Dibayangi Ancaman Resesi AS

Jakarta, MISTAR.ID

Pasca data-data ekonomi memburuk dengan cepat membuat Amerika Serikat (AS) dibayangi ancaman resesi. Sentimen itu sudah memicu kemerosotan pada pasar keuangan global, tak terlepas Indonesia.

Senior Economist DBS Bank, Radhika Rao memandang Negara Paman Sam tidak bakal masuk ke jurang resesi, namun akan mengalami perlambatan ekonomi di semester II-2024. Diproyeksikan pertumbuhan ekonomi AS bisa mencapai 1% hingga 1,5% pada akhir tahun ini.

“Kami tak memprediksi terjadinya resesi. Saya amati dari AS, efek langsung pada pertumbuhan tidak begitu signifikan. Contohnya, jika pertumbuhan AS melambat sekitar 1%, pertumbuhan Indonesia mungkin menjadi sekitar 15-20 basis poin. Jadi, imbasnya tidak begitu signifikan,” kata Radhika di Jakarta Selatan, Selasa (6/8/24).

Baca juga:Ekonomi Sumut Triwulan II 2024 Tumbuh 2,94 Persen

Kemungkinan perkembangan ekonomi Indonesia bisa melorot ke 4,5% pada akhir tahun 2024. Hanya Radhika menyorot dari segi perdagangan dan investasi, Indonesia lebih condong pada China dan beberapa negara Asia lainnya, dalam beberapa tahun terakhir. China pun memegang porsi terbesar, menukar posisi AS dalam perdagangan dan investasi dengan Indonesia.

Radhika mengatakan, dampak perlambatan pertumbuhan ekonomi AS dapat dimitigasi selama China mencatat pertumbuhan ekonomi yang baik, serta pemulihan ekonomi yang sesuai rencana.

Dijelaskan apa saja tanda-tanda jika AS masuk ke jurang resesi. Radhika menyebut tanda-tanda ini juga akan berimbas di seluruh dunia.

Baca juga:BPS: Kuartal II 2024 Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,05 %

Pertama, penjualan sektor ritel yang cenderung tak menentu. Dalam hal ini, data ketenagakerjaan AS pada hari Jumat lalu menampilkan bahwa perusahaan-perusahaan masih menambah pekerja baru.

Menurutnya data tersebut bukan angka yang sangat negatif. Perlu dicermati juga data-data lainnya seperti angka produksi manufaktur, angka konsumsi, durable goods penjualan rumah, pembelian mobil, pembelian sepeda, dan non durable goods.

“Apakah mereka mengurangi pembelian tersebut? Saya anggap itu akan sebagai pertanda bahwa ekonomi melambat. Kini, bukan itu masalahnya. Jika melihat angka Produk Domestik Bruto (PDB)) kuartal kedua sebenarnya AS tumbuh sebesar 2,8%. Itu masih cukup kuat dan sebaB kami pikir belum ada sinyal bahwa ekonomi melambat,” tutup Radhika. (cnbc/hm16)

Related Articles

Latest Articles