Friday, April 25, 2025
home_banner_first
EKONOMI

Harga Kelapa Melonjak, Pedagang dan Konsumen di Toba Mengeluh

journalist-avatar-top
Kamis, 24 April 2025 19.46
harga_kelapa_melonjak_pedagang_dan_konsumen_di_toba_mengeluh

Pedagang kelontong di pasar Porsea. (f: nimrot/mistar)

news_banner

Toba, MISTAR.ID

Pedagang dan konsumen di Kabupaten Toba mengeluhkan lonjakan harga kelapa bulat dan santan kemasan yang terjadi dalam sebulan terakhir. Kenaikan harga ini terjadi setelah perayaan Lebaran, dan dinilai cukup memberatkan pelaku usaha kecil.

Sade Siregar, seorang pedagang kelontong di Pasar Tradisional Porsea, Kecamatan Porsea, menyebutkan bahwa harga kelapa mengalami kenaikan drastis pasca-Lebaran.

“Sebelumnya, kelapa ukuran kecil dijual Rp8.000 per butir, sekarang naik menjadi Rp12.000. Sedangkan ukuran besar dari Rp10.000 melonjak menjadi Rp15.000 per butir,” ujar Sade, Kamis (24/4/2025).

Tak hanya kelapa bulat, harga santan kemasan juga mengalami kenaikan signifikan. “Santan kemasan yang dulu bisa dibeli tiga sachet seharga Rp10.000, kini satu sachet saja dijual Rp7.000. Ada juga yang dari harga Rp5.000 naik menjadi Rp10.000 per sachet,” tambahnya.

Sade menduga lonjakan harga ini dipengaruhi oleh distribusi kelapa dari Sibolga ke Toba yang mengalami kendala di tengah banjir. Selain itu, banyak pengepul (toke) langsung membeli kelapa ke Pulau Nias dengan harga tinggi.

“Para toke membeli kelapa bukan per biji lagi, tapi per kilogram. Kelapa tersebut akan diekspor ke luar negeri, sehingga pasokan untuk wilayah Toba jadi langka,” katanya.

Akibatnya, para pedagang seperti Sade mengalami penurunan omzet. Bahkan, tak sedikit pembeli yang menuduh pedagang sengaja menimbun kelapa demi meraih keuntungan lebih besar.

Keluhan serupa juga disampaikan oleh Boru Manurung, seorang penjual mie gomak. Menurutnya, kenaikan harga kelapa membuat keuntungan usahanya menyusut hingga 15 persen.

"Tetapi mau, tidak mau harus dibeli juga. Karena jika tidak memakai santan kuah mie gomak tidak gurih. Sedangkan apabila santan dikurangi porsinya, langganan bisa lari kepada penjual lain," jelasnya.

Ia mengaku hanya bisa pasrah dengan kondisi ekonomi yang semakin sulit, sembari berharap pemerintah turun tangan memberikan solusi.

“Keuntungan makin sedikit, sementara biaya kuliah anak makin tinggi. Harus berpikir tujuh keliling untuk menguliahkan anak, semoga anak bisa tamat dengan kondisi ekonomi saat ini," ujarnya (nimrot/hm17)

REPORTER:

RELATED ARTICLES