17.8 C
New York
Wednesday, May 8, 2024

Cek Kinerja Saham Masing-masing, ‘Perang’ Bank Digital Akan Segera Dimulai

Jakarta, MISTAR.ID

Pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akhirnya menerbitkan peraturan terbaru yang paling ditunggu-tunggu soal bank umum. OJK telah merilis aturan baru mengenai Bank Umum, Kamis (19/8/21). Peraturan bernomor POJK No. 12/POJK.03/2021 ini berisi 19 bab dan 160 pasal. Salah satu yang diatur dalam POJK bernomor adalah bank digital yang tercantum di Bab IV dalam aturan ini.

Dalam beleid tersebut, tercakup pula aturan mengenai bank digital, yang akhir-akhir ini menyita perhatian banyak kalangan. Sebelumnya, setidaknya sejak awal tahun ini, para investor berspekulasi bahwa sejumlah saham bank mini atau jika menggunakan istilah lama bank BUKU II (bank dengan modal inti Rp 2 triliun-Rp 5 triliun) akan diakuisisi oleh investor strategis dan ditransformasikan menjadi bank digital.

Sejurus dengan itu, harga saham-saham bank bermodal ‘cekak’ itu turut melambung tinggi hingga beberapa kali Bursa Efek Indonesia (BEI) melakukan suspensi (penghentian perdagangan sementara) terhadap saham-saham tersebut.

Baca Juga:OJK Bersama BI Percepat Vaksinasi di Seluruh Sektor Jasa Keuangan di Pematangsiantar

Namun, setidaknya dalam seminggu terakhir, saham-saham bank BUKU II cenderung ‘diobral’ investor. Bahkan, dalam dua hari belakangan banyak saham bank mini yang anjlok menyentuh batas auto rejection bawah (ARB) 7%. Lantas, bagaimana sebenarnya kinerja saham-saham bank yang sedang dalam proses atau telah memproklamirkan diri sebagai bank digital sepanjang Agustus?

Dalam sebuah webinar beberapa waktu lalu, Deputi Direktur Basel dan Perbankan Internasional OJK Tony, menyebutkan daftar bank yang dalam proses izin untuk jadi bank digital dan mencoba untuk menobatkan diri jadi bank digital. Beberapa di antara bank tersebut termasuk emiten bank mini di bursa.

Saham BBYB menjadi yang paling melesat, yakni 58,33%, didorong kabar perusahaan financial technology (fintech) PT Akulaku Silvrr Indonesia alias Akulaku resmi menjadi pemegang saham pengendali perusahaan per akhir Juli lalu.

Sebelumnya, Akulaku resmi menjadi pemegang saham pengendali BBYB, setelah mendapat restu Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal tersebut terungkap dalam rancangan pengambilalihan Bank Neo Commerce oleh Akulaku yang dipublikasikan pada Rabu (28/7/21) di situs resmi BBYB.

Baca Juga:OJK: Industri Jasa Keuangan Sumut Tumbuh Rp301,33 Triliun

Pengumuman ringkasan rancangan pengambilalihan ini sehubungan dengan kepemilikan Akulaku atas 1.664.157.909 saham BBYB atau sekitar 24,98% BBYB sebagai akibat dari pelaksanaan penawaran umum terbatas III (PUT III) atau rights issue.

Di posisi kedua ada saham bank yang dikuasai Qatar National Bank (QNB) BKSW yang tumbuh 10,78% selama Agustus. Pada awal Agustus, tepatnya 3 dan 5 Agustus, saham ini sempat menyentuh batas auto rejection atas (ARA) 25%, sebelum akhirnya mengalami tren pelemahan selama 7 hari beruntun atau sejak 9 Agustus lalu.

Dalam surat mengenai penjelasan terkait dengan volatilitas transaksi efek (saham) perusahaan kepada pihak BEI, pihak BKSW menjelaskan, tidak memiliki informasi atau fakta material yang dapat mempengaruhi nilai efek perusahaan atau keputusan investasi pemodal.

Selain itu, menurut perusahaan, dalam tiga bulan mendatang tidak terdapat rencana pemegang saham utama terkait dengan kepemilikan sahamnya di perseroan. Berbeda dengan saham BBYB dan QNB di atas, saham ARTO dan AGRO, misalnya, malah anjlok selama Agustus akibat lebih sering dilego investor, terutama dalam sepekan terakhir. Saham ARTO anjlok 10,86%, sementara AGRO ambles 20,00%.

Baca Juga:OJK Siapkan Perpanjangan Restrukturisasi Kredit Pembiayaan di Sektor Perbankan

Lebih rinci, OJK membolehkan Bank Digital beroperasi hanya 1 kantor fisik sebagai Kantor Pusat. Berikutnya, Bank Digital boleh beroperasi tanpa kantor fisik atau dapat menggunakan kantor fisik yang terbatas.

Sebagai pembeda dengan bank umum, OJK menetapkan 6 persyaratan bagi bank agar dapat disebut sebagai bank digital. Pertama, memiliki model bisnis dengan penggunaan teknologi yang inovatif dan aman dalam melayani kebutuhan nasabah. Kedua, memiliki kemampuan untuk mengelola model bisnis perbankan digital yang prudent dan berkesinambungan.

Ketiga, memiliki manajemen risiko secara memadai. Keempat, memenuhi aspek tata kelola termasuk pemenuhan Direksi yang mempunyai kompetensi di bidang teknologi informasi dan kompetensi lain sebagaimana dimaksud dalam ketentuan OJK mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan.

Adapun syarat kelima dan keenam adalah menjalankan perlindungan terhadap keamanan data nasabah dan memberikan upaya yang kontributif terhadap perkembangan ekosistem keuangan digital dan/atau inklusi keuangan. OJK juga mengatur bahwa pendirian bank digital bisa dilakukan dengan 2 opsi, pertama pendirian Bank Berbadan Hukum Indonesia (BHI) menjadi bank digital atau transformasi dari bank umum menjadi Bank Digital.

Baca Juga:OJK dan Perbankan Berkolaborasi Gelar Vaksinasi Covid-19 di Medan

Bila opsi pertama yang ditempuh maka pendirian bank digital sama dengan pendirian BHI yakni modal disetor minimal Rp 10 triliun. Namun, ada juga pengaturan khusus, yakni setoran modal pada saat permohonan untuk memperoleh persetujuan prinsip pendirian bank digital dapat dipenuhi paling sedikit 30%, yakni Rp3 triliun.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Heru Kristiyana, mengatakan substansi pengaturan dalam POJK No. 12/POJK.03/2021 tentang Bank Umum lebih dititikberatkan kepada penguatan aturan kelembagaan mulai dari persyaratan pendirian bank baru dan aspek operasional, mencakup antara lain penyederhanaan dan percepatan perizinan pendirian bank, jaringan kantor, pengaturan proses bisnis termasuk layanan digital ataupun pendirian bank digital, sampai dengan pengakhiran usaha.

“Pandemi telah mendorong transformasi digital di sektor perbankan menjadi suatu keniscayaan. Kondisi demikian mengharuskan perbankan untuk menempatkan transformasi digital sebagai prioritas dan sebagai salah satu strategi dalam upaya peningkatan daya saing bank. Dengan demikian, POJK ini akan mendorong percepatan transformasi digital sektor perbankan,” kata Heru.

POJK tentang Bank Umum ini juga mempertegas pengertian Bank Digital yaitu bank yang saat ini telah melakukan digitalisasi produk dan layanan (incumbent), ataupun melalui pendirian bank baru yang langsung berstatus full digital banking.

Baca Juga:OJK Catat Kredit Konsumsi Mulai Tumbuh Positif 0,31 Persen

“Dalam aturan ini, OJK memperjelas definisi Bank Digital. Namun demikian, OJK tidak mendikotomikan antara bank yang telah memiliki layanan digital, bank digital hasil transformasi dari bank incumbent, ataupun bank digital yang terbentuk melalui pendirian bank baru (full digital bank). Bagaimanapun bank tetaplah bank, bank is bank,” kata Heru.

Di bawah ini daftar lengkap kategori bank yang dimaksud pihak OJK. Bank-bank yang dalam proses izin untuk jadi bank digital:

Bank BCA Digital

PT BRI Agroniaga Tbk (AGRO)

PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB)

PT Bank Capital Tbk (BACA)

PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI)

PT Bank QNB Indonesia Tbk (BKSW)

PT Bank KEB Hana

Baca Juga:OJK Ingatkan Masyarakat Menjaga Keamanan Rekening

Sementara, bank yang mencoba menobatkan diri sebagai bank digital, yaitu:

MotionBanking dari PT Bank MNC Internasional Tbk (BABP)

PT Bank Aladin Syariah Tbk (BANK)

Jenius dari Bank BTPN

Wokee dari Bank KB Bukopin

Digibank milik Bank DBS

TMRW dari Bank UOB

Jago milik PT Bank Jago Tbk (ARTO). (cnbc/hm12)

Related Articles

Latest Articles