Rumah Adat Batak Mencerminkan Filosofi Hidup Dibangun di Desa Natolu


Rentetan rumah adat Batak mencerminkan filosofi hidup dibangun di Desa Natolu, Kecamatan Silaen, Toba (f:nimrot/mistar)
Toba, MISTAR.ID
Keberadaan rumah adat Batak tidak hanya sekadar menjadi tempat tinggal, tetapi juga mencerminkan filosofi hidup, identitas budaya, dan nilai-nilai luhur yang diwariskan secara turun-temurun. Di Kecamatan Silaen, Kabupaten Toba, ornamen dan struktur rumah adat masih banyak ditemukan dan menjadi daya tarik wisata budaya. Tempat ini pun menjadi salah satu wisata budaya.
Camat Silaen, Tumpal Panjaitan, mengungkapkan bahwa Desa Natolu, Kecamatan Silaen, masih memiliki huta (perkampungan adat) yang mempertahankan keberadaan rumah peninggalan Raja Sijorat Paraliman Panjaitan, yang dikenal dengan sebutan Djabu Parsaktian. Rumah tersebut hingga kini tetap dijaga dan dilestarikan oleh keturunannya.
Menurutnya, rumah adat Batak tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai luhur, identitas masyarakat, serta filosofi kehidupan yang dianut oleh suku Batak.
Menurutnya, dalam satu bangunan rumah adat Batak, terdapat kurang lebih 37 makna simbolis yang tercermin dari setiap bagian bangunan. Meski tidak semuanya bisa dijabarkan sekaligus, Tumpal menjelaskan tiga bagian utama rumah adat Batak berikut maknanya:
Tombara (bagian bawah rumah): Berfungsi sebagai tempat memelihara hewan ternak dan menyimpan hasil pertanian. Ini mencerminkan kedekatan masyarakat Batak dengan alam dan sumber penghidupan.
Bagian tengah (panggung rumah): Merupakan ruang utama untuk berkumpul, beristirahat, menerima tamu, dan menjalankan kegiatan keluarga lainnya. Ini melambangkan kehidupan sosial dan kekeluargaan yang erat.
Atap rumah: Biasanya berbentuk lengkung dan terbuat dari ijuk. Bentuk ini melambangkan harapan akan masa depan yang cerah, kemajuan, dan kesuksesan.
"Kendati demikian masih banyak lagi pengertian dan makna dari rumah adat Batak yang perlu untuk diketahui," ujarnya, Jumat (25/4/2025).
Lebih lanjut, Tumpal menjelaskan bahwa setiap elemen rumah adat Batak memiliki nilai filosofis. Misalnya, tiang fondasi mencerminkan kejujuran, sementara tiang kayu penyangga menggambarkan semangat gotong royong dan kebersamaan.
Tak hanya struktur bangunannya, ukiran atau Gorga pada rumah adat juga penuh makna. Gorga yang biasanya menghiasi dinding, pintu, dan jendela, menggambarkan simbol-simbol seperti cicak (boraspati), singa, dan tarus (simbol kesuburan). Ukiran-ukiran ini mencerminkan ketahanan hidup, keberkahan, serta kemampuan beradaptasi dengan lingkungan.
"Gorga yang dilakukan pada dinding rumah, pintu dan jendela bisa berbentuk cicak (boraspati), singa, tarus (payudara) dan lainnya," kata camat. (nimrot/hm17)