23.4 C
New York
Friday, September 27, 2024

Klaim BPJS Bengkak, IDI Akui Kecurangan Di Rumah Sakit

Jakarta | MISTAR.ID – Ketua Biro Hukum dan Pembinaan Anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Nazar membenarkan ada praktik re-admisi di rumah sakit. Praktik readmisi adalah salah satu bentuk fraud atau kecurangan dalam pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di rumah sakit.

“Ini yang jadi permasalahan,” kata Nazar dalam diskusi di Jakarta Pusat, kemarin (1/12/19).

Menurut Nazar, contoh re-admisi paling mudah pada penyakit asma. Saat seorang pasien datang ke rumah sakit, maka ia akan dilayani lalu disuruh pulang ke rumah. Setelah itu, pasien kembali sakit dan harus berobat lagi ke rumah sakit. Inilah yang disebut praktik re-admisi.

Praktik re-admisi ini terjadi pada Inasibijis atau INA-CBG (Indonesia Case Base Groups). INA-CBG merupakan sebuah aplikasi yang digunakan rumah sakit untuk mengajukan klaim pada pemerintah. Dengan memulangkan pasien, maka rumah sakit bisa mengklaim biaya ke BPJS dua kali.

IDI tidak tinggal diam. Pengawasan dan penindakan dari IDI terhadap praktik tersebut telah berjalan selama ini terhadap dokter yang melakukan kecurangan atau pelanggaran kode etik. “Tapi memang tidak kami announce (umumkan), itu nanti bikin chaos,” kata dia.

Sementara itu, Ketua Bidang Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menilai praktik inilah yang menjadi salah satu penyebab bengkaknya keuangan BPJS. Untuk itu, ia menyarankan agar pemerintah tidak hanya melakukan audit administrasi terhadap keuangan BPJS Kesehatan semata. “Tapi juga harus dilakukan audit medik,” kata dia.

Sejak awal Oktober 2019, Kementerian Keuangan menyatakan beban defisit yang mesti ditanggung BPJS Kesehatan hingga akhir 2019 nanti berpotensi mencapai Rp32,84 triliun. Angka tersebut sudah termasuk gagal bayar sebesar Rp9,1 triliun yang tidak dapat ditopang oleh BPJS Kesehatan selama 2018.

Bukan Isapan Jempol

Timboel Siregar juga mengaku pernah mengadvokasi seorang ibu yang dibohongi oknum dokter. Dokter atau pihak rumah sakit berusaha memaksimalkan nilai klaim, bukan memberi penanganan yang optimal sesuai kebutuhan pasien.

“Si ibu datang ke rumah sakit. Dokternya bilang kalau bukan (operasi) caesar tidak ditanggung BPJS. Ibu itu langsung tolak,” kata Timboel kemarin.

Dia sepakat dengan Menteri Kesehatan Terawan soal ada jenis penanganan klaim BPJS yang ‘bikin tekor’ dan harus dibongkar. Misalnya operasi caesar yang jadi sorotan Terawan.

Timboel menyebut penanganan caesar ini menduduki peringkat pertama di penanganan rawat inap. “Misalnya di 2018 hingga November akhir, 586 ribuan ibu yang dioperasi caesar dengan biaya sekitar Rp3,2 triliun,” kata dia.

Biaya persalinan normal justru menduduki peringkat lima terkait penanganan. Ada 275 ribu ibu yang menjalani persalinan normal dengan biaya Rp400 miliar. Dia pun menganggap data ini patut dicek faktanya.

“Apakah benar ibu-ibu kita itu lebih banyak dioperasi caesar?” tegasnya.
Dia menilai klaim-klaim besar perlu dievaluasi dan dicek ulang. Meski tidak bisa langsung dibilang ada ‘permainan’ dokter atau rumah sakit, dugaan-dugaan permainan klaim BPJS harus dibuat terang.

Sumber: cnnindonesia
Editor: Luhut Simnajuntak

Related Articles

Latest Articles