MISTAR.ID
Baru-baru ini, sebuah video yang viral memperlihatkan seorang siswa SD di Bojonegoro membawa ulat sagu sebagai bekal makanannya di sekolah. Dalam video, terdengar pula seorang guru bertanya apakah anak tersebut mengalami biduran setelah mengonsumsi ulat sagu tersebut.
“Nggak bu. Tadi malam saya makan kok,” kata si anak pembawa bekal.
Terkait ulat sagu, di wilayah Indonesia Timur, seperti Papua, ulat sagu adalah makanan yang umum dikonsumsi oleh penduduk setempat. Mereka dapat mengolah ulat sagu menjadi hidangan tumisan, bahkan mengonsumsinya mentah.
Namun, benarkah bergizi? Informasi yang dirilis dari Universitas Muhammadiyah Semarang, Jumat (13/10/23), dalam keadaan segar, ulat sagu mengandung air sebanyak 67,35 persen, abu 2,45 persen, protein 11,47 persen, dan lemak 18,25 persen.
Baca juga: Serangan Ulat Bulu Sudah Menyasar 3 Dusun di Asahan
Protein kasar dalam ulat sagu juga cukup tinggi, dengan rata-rata mencapai 32,54 persen. Tingginya kandungan protein ini diperlukan untuk membentuk protein struktural yang diperlukan dalam pembentukan jaringan tubuh larva.
“Sebagai contoh, dalam ulat sagu yang telah dikeringkan, terdapat sekitar 53 gram protein dan sekitar 15 gram lemak. Bahkan, kandungan protein dan lemak dalam ulat sagu ini disebut-sebut lebih besar dibandingkan dengan ikan bandeng, cakalang, daging sapi, dan daging ayam,” tulis rilis tersebut.
Tidak hanya protein dan lemak, ulat sagu juga mengandung berbagai mineral, termasuk kalsium, zat besi, dan seng.
Selain itu, ulat sagu juga mengandung asam amino esensial seperti aspartat, asam glutamat, tirosin, lisin, dan methionine.
Baca juga: Pemkab Pakpak Bharat Buka Formasi PPPK Kesehatan dan Guru
Namun, metode pengolahan yang paling disarankan untuk ulat sagu adalah dengan memanggangnya selama sekitar dua menit. Hal ini dilakukan untuk menjaga kualitas protein dalam ulat sagu agar dapat diserap dengan baik oleh tubuh manusia yang mengonsumsinya. (mtr/hm20)
