21.1 C
New York
Monday, August 19, 2024

Artefak di Museum Fansuri Bukti Kejayaan Desa Jago Jago Pada Abad II Masehi

Tapteng, MISTAR.ID

Di salah satu desa terpencil Tapanuli Tengah (Tapteng) terdapat sebuah museum yang membuktikan sejarah Tapteng pada abad ke-2 Masehi. Sejarah itu menunjukkan daerah tersebut pernah jaya dimasanya dengan kedatangan orang-orang luar negeri dari Eropa, Arab, dan India untuk melakukan perdagangan rempah-rempah yang banyak tersedia di daerah itu.

Koresponden Mistar.id berkesempatan ikut mengunjungi Museum Fansuri, Minggu (18/8/24), bersama rombongan Pj Bupati Tapteng Sugeng Riyanta dalam kunjungan mendadaknya ke desa yang berpenduduk sebagian besar berpenghasilan sebagai nelayan itu.

Desa Jago Jago terletak di Kecamatan Badiri atau sekitar 20,5 Km dari Kecamatan Pandan, Ibu Kota Tapteng. Desa itu bisa ditempuh sekitar 1 jam mengendarai mobil, namun untuk sampai ke Museum Fansuri yang dikenal dengan situs Bongalnya itu harus berjalan kaki lagi sekitar 2 Km dan melewati jembatan gantung yang menjadi satu-satunya akses menuju desa tersebut.

“Selamat datang di desa kami. Ini lah desa kami. Nanti rombongan Pak Pj Bupati dan rombongan akan saya bawa ke museum yang penuh dengan nilai-nilai sejarah Tapteng dimasa abad II,” kata Laili Fitri Purba, Kepala Desa Jago Jago saat menyambut kedatangan rombongan.

Baca Juga : Bongkar Dapur: Menelisik Museum Perjuangan TNI Medan

Terlihat dari prasasti yang menempel di dinding pintu masuk bahwa Museum Fansuri yang merupakan kebanggaan masyarakat di desa itu diresmikan pada 13 Mei 2023 lalu oleh Judi Wahjuddin, Direktur Perlindungan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbud RI dan Herry Yogaswara, Kepala Organisasi Riset Arkeologi Bahasa dan Sastra Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN).

Sejumlah artefak yang ada di dalam Museum Fansuri. (f: feliks/mistar)

Saat diresmikan Pj Bupati Tapteng dijabat oleh Elfin Ilyas Nainggolan. Namun untuk hasil penelitian segala artefak-artefak yang tersimpan rapi di dalam Museum Fansuri itu semuanya dilakukan oleh Sultanate Institute.

Sugeng Riyanta saat masuk ke museum itu sempat menuliskan namanya dalam daftar pengunjung didampingi pengelola museum Fansuri sembari menjelaskan, rata-rata pengunjung banyak dari kalangan para peneliti, anak sekolah, serta mahasiswa.

“Sekarang kita berada di tanah bersejarah dan ini diungkapkan dari data-data arkeologi, dari data geologi, dari data etnografi serta historikal. Ini bukan data sembarangan atau ucapan sembarangan, tapi melalui ilmu pengetahuan mimbar akademik, melalui penelitian yang dilakukan oleh Sultanate Institute,” sebutnya.

Syahrial Siregar
Syahrial Siregar
Alumni STIK-P Medan. Menjadi jurnalis sejak 2008 dan sekarang redaktur untuk portal mistar.id

Related Articles

Latest Articles