16 C
New York
Thursday, August 22, 2024

Jika RS Elisabeth Medan Tak Tanggapi Somasi, Kuasa Hukum Drg. Ester Tempuh Jalur Hukum

Medan, MISTAR.ID

Tim Kuasa Hukum Drg. Ester Agatha Purba bakal menempuh jalur hukum apabila Rumah Sakit (RS) Santa Elisabeth Medan tidak menanggapi somasi yang telah dilayangkan.

Somasi tersebut menuntut pencairan uang pesangon sebesar Rp92.345.414  kepada pihak RS. Menurut kuasa hukum, uang itu merupakan hak Drg. Ester.

Salah satu Tim Kuasa Hukum Drg. Ester, Esron J. Silaban, dalam keterangan tertulisnya mengatakan somasi ini dilayangkan setelah upaya penyelesaian perselisihan melalui negosiasi bipartit dan tripartit tidak tercapai kesepakatan.

Baca juga:STIKes Elisabeth Medan Kebobolan Bon Belanja Dimanipulasi

“Kami meminta dalam somasi tersebut supaya pihak RS untuk segera mencairkan pesangon klien kami secara tunai. Apabila dalam waktu 4×24 jam somasi ini tidak ditanggapi, maka kami akan menempuh jalur hukum, baik pidana maupun perdata,” tegasnya, Kamis (22/8/24).

Kata dia, somasi ini juga menyingkap dugaan manipulasi data mengenai pelaporan penerimaan upah kliennya di BPJS Ketenagakerjaan. Sebab, upah yang dilaporkan berbeda dengan jumlah yang sebenarnya diterima oleh kliennya tersebut.

“Jika somasi ini tidak dipenuhi, maka kami akan mengajukan pengaduan resmi ke Polda Sumatera Utara (Sumut) perihal dugaan tindak pidana,” sebut Esron.

Baca juga: LBH Medan Somasi PT Telkom dan PT Telkomsel Minta Pertanggungjawaban Kasus Luthfi

Dijelaskan Esron, kliennya telah bekerja di RS Santa Elisabeth Medan sejak 15 Oktober 2008 berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dengan masa kerja satu tahun.

Setelah perjanjian tersebut berakhir, Drg. Ester tetap melanjutkan pekerjaannya tanpa ada perjanjian baru dan menerima gaji pokok sebesar Rp2.879.000 (Rp2,8 juta) ditambah 40% dari tarif tindakan medis yang dilakukannya.

Menurut Esron, kondisi ini secara otomatis menjadikan hubungan kerja tersebut berubah menjadi Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) atau pekerja tetap.

Masalah mulai muncul pada Agustus 2022 lalu ketika Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktek (SIP) Drg. Ester habis masa berlakunya. Akibatnya, dia mengajukan permohonan cuti untuk mengurus perpanjangan dokumen tersebut.

Selama cuti, Drg. Ester tidak lagi menerima gaji dari pihak rumah sakit sejak November 2022. Kemudian, setelah menyelesaikan pengurusan perpanjangan STR dan SIP pada Desember 2023, ia kembali bekerja.

Baca juga: Disomasi Kosongkan Lahan, 1200 Siswa dan Guru SMAN 5 Siantar Terancam Tak Bisa Lakukan KBM

Namun beberapa hari kemudian, Drg. Ester menerima surat dari rumah sakit yang menyatakan bahwa honornya akan berubah menjadi Rp100.000 per hari dengan jadwal kerja 2 hari dalam seminggu.

Ternyata, perubahan tersebut tidak sesuai dengan perjanjian kerja yang telah disepakati sebelumnya. Sehingga, Drg. Ester pun merasa keberatan.

Atas situasi tersebut, Drg. Ester pun mengajukan permohonan untuk menyelesaikan perselisihan secara bipartit melalui Kuasa Hukumnya.

Pihak RS pun menawarkan pesangon dengan dasar perhitungan gaji pokok setiap bulannya tetap sebesar Rp2.879.000 dikalikan masa kerja.

Namun, karena upah itu berada di bawah Upah Minimum Kota (UMK) Medan sebesar Rp3.769.082, tawaran pesangon pun disesuaikan dengan nilai UMK tersebut.

Baca juga: Terinfeksi Covid-19, Satu Perawat RS Pirngadi Medan Meninggal Dunia

Tawaran tersebut ditolak oleh Drg. Ester. Sebab, komponen tambahan dari hasil tindakan medis yang sebelumnya diterima oleh dirinya tidak dimasukkan.

Setelah proses bipartit gagal, perkara ini pun berlanjut ke tahap tripartit yang difasilitasi oleh Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Medan, akan tetapi setelah beberapa kali mediasi, perselisihan tersebut tetap juga tidak menemui jalan tengah.

Kemudian, pada 12 Agustus 2024, mediator dari Disnaker mengeluarkan surat anjuran yang menganjurkan agar pihak RS Santa Elisabeth Medan membayar pesangon sebesar Rp92.345.414 kepada Drg. Ester.

Meski nilai pesangon yang dianjurkan oleh mediator tersebut tidak sesuai dengan tuntutan awal, Drg. Ester pun menyatakan siap menerima anjuran itu demi menyelesaikan konflik.

Namun demikian, pihak RS tidak bersedia memenuhinya. Sehingga atas hal tersebut, pihaknya menilai bahwa pihak RS tidak memiliki empati sama sekali. (deddy/hm17)

Related Articles

Latest Articles