23.1 C
New York
Saturday, October 5, 2024

Adam Malik Batubara, Wakil Presiden Ketiga Indonesia Lahir di Pematang Siantar

Pematang Siantar, MISTAR.ID

Wakil Presiden ketiga Republik Indonesia adalah Adam Malik Batubara. Pria yang akrab disapa Adam Malik itu ditetapkan pada 6 November 1998 sebagai Pahlawan Nasional, dan ternyata tokoh pejuang tersebut lahir di Kota Pematang Siantar pada tanggal 22 Juli 1917.

Nama ini telah dijadikan menjadi nama rumah sakit, nama jalan di sejumlah daerah, termasuk di Kota Pematang Siantar. Di kota yang memiliki udara sejuk itu, Adam Malik juga dipakai untuk nama lapangan, yakni Lapangan Adam Malik. Ini menjadi tempat penting bagi masyarakat Kota Pematang Siantar, khusus pemerintah setempat saat menggelar acara-acara besar.

Tokoh berdarah Batak ini merupakan anak ketiga dari sepuluh bersaudara. Orang tuanya adalah Abdul Malik Batubara dan Salamah Lubis  seorang pedagang.

Baca juga: Upacara HUT RI Digelar di Lapangan Adam Malik Siantar, Satlantas Lakukan Rekayasa Lalulintas

Adam Malik yang dijuluki “si kancil” karena tubuhnya kecil dan orang cerdik ini, memiliki karya dalam mengisi kemerdekaan Indonesia.

Sebelum menjadi Wakil Presiden ketiga lewat keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tahun 1978, perjalanannya hidupnya banyak menghadapi tantangan. Setelah selesai menempuh pendidikan dasarnya di HIS Pematangsiantar, ia berangkat ke Jakarta di usia 20 tahun.

Pada usia muda itu, Adam Malik pun menjalani dunia jurnalis hingga akhirnya berhasil mendirikan kantor berita Antara. Adam Malik pun aktif ikut pergerakan nasional memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Pada tahun 1934-1935, ia memimpin Partai Indonesia (Partindo) Pematangsiantar dan Medan. Pada tahun 1940-1941 menjadi anggota Dewan Pimpinan Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) di Jakarta.

Baca juga:Dirawat di RSUP Adam Malik, Seorang Warga Siantar Meninggal Terpapar Covid-19

Pada awal kemerdekaan Adam Malik menjadi anggota Pimpinan Gerakan Pemuda untuk persiapan Kemerdekaan Indonesia di Jakarta.

Adam Malik juga pernah menjadi perwakilan internasional saat diangkat menjadi Duta Besar luar biasa dan berkuasa penuh untuk negara Uni Soviet dan Polandia.

Pada tahun 1962, ia menjadi Ketua Delegasi Republik Indonesia untuk perundingan Indonesia dengan Belanda mengenai wilayah Irian Barat di Washington D.C, Amerika Serikat.

Pertemuan tersebut menghasilkan Persetujuan Pendahuluan mengenai Irian Barat. Ia juga pernah dipercaya sebagai Menteri Luar Negeri dalam kabinet Pembangunan I dan II. Itu mulai tahun 1973.

Dia juga terpilih sebagai Ketua Majelis Umum PBB ke-26, orang Indonesia pertama dan satu-satunya sebagai Ketua SMU PBB.

Saat itu dia harus memimpin persidangan PBB untuk memutuskan keanggotaan RRC di PBB yang hingga saat ini masih tetap berlaku. (mtr/hm17)

Related Articles

Latest Articles