Simalungun, MISTAR.ID
Ketua Federasi Transportasi, Industri dan Angkutan Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (FTIA KSBSI) Kabupaten Simalungun, Mawari Gultom menyambut baik keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah mengabulkan sebagian besar uji materi serikat buruh terhadap Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law).
“Di mana kita ketahui, sebagaimana pasca dikabulkannya sebahagian besar gugatan uji materil (judicial review) serikat buruh dan pekerja oleh Mahkamah Konstitusi terhadap UU Cipta Kerja memberi kebahagiaan tersendiri bagi kaum buruh dan pekerja,” ujar Mawari Gultom pada Rabu (6/11/24).
Keputusan MK, kata Mawari Gultom, menjadi jawaban atas jeripaya serikat buruh untuk menguntungkan para buruh. “Ini menjawab kegelisahan para buruh, kita ucapkan terima kasihlah kepada serikat buruh yang sudah melakukan upaya hingga keluarnya putusan MK,” ujarnya lagi.
Baca juga:Tanggapi Putusan MK soal UU Cipta Kerja, Menaker Siapkan Aturan Tentang Upah
Menyinggung terkait pengupahan, Mawari Gultom juga berharap agar hal ini dibahas secepat mungkin. Di mana terkait kenaikan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) tergantung dari provinsi. Dengan artian jika Upah Miminum Provinsi (UMP) naik, UMK pun juga bakal naik.
“Untuk di Simalungun itu UKM tidak sampai di angka Rp 3 juta. Kita berharap ini agar naik di angka 4 juta, sehingga pekerja buruh bisa hidup layak sebagaimana mestinya,” ucapnya mengakhiri.
Rasa terima kasih juga disampaikan Ketua Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Sumut Willy Agus Utomo kepada MK atas keputusan yang telah diketok. Pihaknya juga berharap UU Cipta Kerja yang terbaru segera dilaksanakan pemerintah dan pengusaha.
Baca juga:8 Poin Penting Putusan MK Terkait Uji Materi UU Cipta Kerja
“Jadi kenaikan upah diharap jangan hanya memakai inflasi plus pertumbuhan ekonomi saja, tapi Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Maka sesuai putusan MK tersebut maka sistem pengupahan atau Upah Minimum Sektoral Kabupaten / Kota (UMSK) kembali pada aturan sebelum adanya UU Cipta Kerja,” pungkasnya.
Sebelumnya, Kepala Dinas (Kadis) Ketenagakerjaan Kabupaten Simalungun, Riando Purba, mengatakan bahwa kenaikan besaran upah pekerja berdasarkan Peraturan Pemerintah No 36 Tahun 2021 tentang pengupahan dan UMP diatur dan ditetapkan oleh Gubernur tanggal 21 November, sedangkan UMK ditetapkan oleh Gubernur pada tanggal 1 Desember.
“Oleh karena itu saat ini kita (Disnaker) Kabupaten Simalungun sedang menunggu penetapan UMP oleh gubernur. Setelahnya, kita usulkan UMK Simalungun untuk dan ditetapkan oleh gubernur,” ungkap Riando Purba, Minggu (3/11/24).
Baca juga:Pembatalan UU Cipta Kerja Tak Otomatis UU Lama Berlaku
Terkait mekanisme kenaikan UMK, disebutkan Riando Purba bahwa hal ini tentunya dilakukan oleh Dewan Pengupahan Simalungun (DPS). Lalu setelah rapat DPS bakal melaporkan kepada bupati untuk diteruskan kepada gubernur.
“Bahwa usulan besaran UMK Simalungun tahun 2025 adalah dari Dewan Pengupahan Simalungun kepada Bupati selanjutnya diteruskan kepada Gubernur,” ujar Riando terkait mekanismes kenaikan UMK.
Disampaikan, hingga kini pihak dari Dewan Pengupahan di Kabupaten Simalungun pada saat ini juga tengah menunggu Surat Keputusan (SK) Gubernur tentang UMP dalam perumusan UMK Kabupaten Simalungun 2025.
Baca juga:Pemerintah Diminta Percepat Aturan Turunan UU Cipta Kerja
Sebagaimana diketahui, MK dalam amar putusan pada Pasal 88 ayat 1 dalam Pasal 81 angka 27 UU 6/2023 menyatakan ‘Setiap pekerja/buruh berhak atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan’ bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai ‘termasuk penghasilan yang memenuhi penghidupan yang merupakan jumlah penerimaan atau pendapatan pekerja/buruh dari hasil pekerjaannya sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup pekerja/buruh dan keluarganya secara wajar yang meliputi makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, rekreasi dan jaminan hari tua’
Kemudian Pasal 88 ayat 2 dalam Pasal 81 angka 27 UU 6/2023 yang menyatakan ‘Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan pengupahan sebagai salah satu upaya mewujudkan hak pekerja/buruh atas penghidupan layak bagi kemanusiaan’ bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai ‘dengan melibatkan dewan pengupahan daerah yang di dalamnya terdapat unsur pemerintah daerah dalam perumusan kebijakan pengupahan yang menjadi bahan bagi pemerintah pusat untuk penetapan kebijakan pengupahan.
(hamzah/hm17)