33.1 C
New York
Monday, June 24, 2024

Puluhan Omak-omak Lumban Tongatonga Parapat Teriaki Putusan Hakim PN Simalungun Berbau Rp

Simalungun, MISTAR.ID

Suasa Pengadilan Negeri (PN) Simalungun, Kamis (16/6/22) sore mendadak gaduh. Puluhan omak-omak meluapkan kekecewaannya kepada majelis hakim yang dianggap tidak adil dalam memutus perkara kepemilikan tanah yang sedang mereka hadapi.

Puluhan omak-omak dan sejumlah bapak-bapak tersebut adalah warga Huta Lumban Tongatonga Parapat, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun.

Usai putusan perkara verzet (perlawanan), mereka terlihat sangat marah karena mereka dikalahkan. Tak puas dengan putusan majelis hakim tersebut, mereka mencoba mendatangi hakim yang menyidangkan perkara atas kepemilikan tanah dan pemukiman mereka.

Baca Juga: PN Simalungun Dituding Salah Patok Objek Eksekusi, Warga Ungkap BPN Tidak Pernah Hadir

“Kalau memang adil pengadilan ini, perlihatkan bukti-bukti kedua belah pihak. Hanya kita yang menunjukkan bukti-bukti termasuk bukti kepemilikan, tapi kita dikalahkan,” ujar seorang ibu bertubuh gemuk berkaos putih.

Warga Lumban Tongatonga Parapat, Kecamatan Girsang Sipangan Bolon, yang mengecam putusan majelis hakim PN Simalungun.(foto:maris/mistar)

Bahkan mereka menuding, persidangan yang berjalan di PN Simalungun itu berbau Rp (mungkin maksudnya rupiah, -red) sembari menjentikkan jari jempol dengan telunjuk bagaikan pertanda isyarat.

“Kami meminta hakim yang menyidangkan perkara ini dihadirkan di sini untuk berbicara baik-baik,” teriak ibu lainnya.

Baca Juga: Warga Lumban Tonga-Tonga Siap Melawan Eksekusi PN Simalungun, Warga: Kami Duga Ada Mafia Tanah Di Balik Ini

Tak berapa lama terjadinya kegaduhan di PN Simalungun, sejumlah petugas kepolisian dan berseragam hijau datang ke lokasi.

Kehadiran petugas ini juga dipertanyakan kaum hawa itu, dan mereka berteriak; “Kami di sini bukan mau membuat keributan, kami hanya mau agar hakim dihadirkan untuk berbicara baik-baik. Kami tidak recok pak, yang kami recokkan hak kami diambil,” teriak ibu itu lagi.

“Ada apa di pengadilan Simalungun, ada Rp kah? Kalau memang Rp nya, kami tidak akan terima,” teriak ibu berkaos putih itu lagi sembari berteriak mempertanyakan kenapa sidang putusan tersebut sampai tiga kali ditunda-tunda kemudian diputus menjelang sore.

Baca Juga: Ada Apa? Petinggi PN Simalungun Sulit Dikonfirmasi Rencana Eksekusi Lahan di Huta Parmanuhan

Sementara itu, Dr Mariah Purba SH.MH selaku kuasa hukum warga yang kecewa tersebut menjelaskan, dalam sidang perkara perlawanan atau verzet tersebut, kliennya dikalahkan majelis hakim.

“Intinya, hakim membatalkan putusan perlawanan yang sebelumnya sudah kami menangkan. Menyatakan, objek perkara merupakan objek perkara Nomor 45 tahun 2016,” ujar Mariah Purba.

Lawan kliennya dalam perkara ini kata Mariah Purba adalah Manuala Sinaga dkk. Pada persidangan sebelumnya, ujar Mariah, kliennya yang mengajukan gugatan verzet (perlawanan) sudah dimenangkan oleh majelis hakim dan ketika itu para terlawan (Manuala Sinaga dkk) tidak hadir dalam sidang atau verstek.

Baca Juga: Pemkab Simalungun Dihujani 6 Gugatan di Pengadilan, Puluhan Rekanan Menuntut Haknya Puluhan Miliar

Tapi kemudian setelah kliennya menang, pihak Manuala Sinaga dkk kata Mariah Purba, balik melakukan gugatan verzet atau perlawanan atas putusan verzet yang sudah dimenangkan klien Mariah Purba tersebut sebelumnya.

Kemudian, oleh majelis hakim yang sama, yang diketuai Rori SH, dalam sidang putusan yang berlangsung Kamis (16/6/22) sore, malah mengabulkan permohonan verzet Manuala Sinaga dkk dan membatalkan putusan perlawanan yang sebelumnya telah dimenangkan klien Mariah tersebut.

Warga itu juga mengungkap, merasakan ada ketidak adilan dalam putusan majelis hakim PN Simalungun itu. Karena yang mereka permasalahkan adalah objek perkara gugatan tersebut salah alamat.

“Kalau yang diperkarakan atau yang akan dieksekusi adalah tanah yang di Huta Parmanuhan, silahkan dan kami tidak keberatan. Tapi ini yang mau dieksekusi bukan yang di Parmanuhan tapi malah tempat tinggal kami yang di Lumban Tonga-tonga. Jadi objeknya jelas salah alamat. Nah, ada apa ini, kami kok dikalahkan,” teriak ibu ibu itu.

Selain itu, status tanah mereka juga rata-rata sudah memiliki Sertifikat Hak Milik (SHM), dan SHM mereka ini kata warga tidak pernah digugat di pengadilan atau tidak pernah bermasalah dengan hukum, tapi semua fakta ini kata mereka seakan tidak dijadikan pertimbangan dalam putusan hakim.

Jauh waktu sebelumnya, warga masyarakat Lumban Tongatonga juga sudah berulangkali menyampaikan protesnya kepada pihak PN Simalungun, karena jauh hari sebelumnya tanah dan pemukiman mereka akan dieksekusi PN Simalungun.

Para pihak-pihak juga bersama pihak pengadilan sudah melakukan konstatering (pencocokan) atas objek sengketa, warga saat itu mengungkapkan, bahwa patok tanah yang diletakkan tidak sesuai dengan objek sengketa. Objek sengketa adalah di Huta Parmanuhan, tapi yang dipatok kenapa malah tanah dan pemukiman warga yang Lumbang Tongatonga. Patok tersebut diprotes keras warga, karena berada di luar objek perkara. Tapi protes ini sekan tidak digubris.

Pihak petugas PN Simalungun ketika itu malah tetap meletakkan patok batas tanah bukan berdasarkan keterangan pemohon eksekusi Manuala Sinaga dkk tapi oleh pihak ketiga. Hal inilah kata warga yang kemudian menimbulkan sengketa tanah di Lumban Tongatonga.

“Waktu persidangan itu, tidak ada satu orang saksi pun yang mampu menerangkan batas-batas tanah itu,” kata Mariah sembari mempertanyakan apakah fakta-fakta ini tidak dijadikan majelis pertimbangan putusannya. Mariah juga mengatakan, atas putusan tersebut, mereka akan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Medan.(maris/hm02)

 

Related Articles

Latest Articles