12.1 C
New York
Tuesday, May 14, 2024

Kelompok Tertentu Klaim Tanah Adat di Simalungun, PPABS Beri Tanggapan

Simalungun, MISTAR.ID

Dewan Pimpinan Pusat Partumpuan Pemangku Adat Budaya Simalungun (PPABS) dua kali menyurati Presiden terkait adanya kelompok atau pihak masyarakat yang mengklain bahwa Sihaporas di Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, sebagai tanah adatnya.

Atas pengklaiman tanah adat tersebut, PPABS melayangkan surat ke Presiden dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk menanyakan keapsahan tanah adat tersebut. Hasil kunjungan ke Jakarta, ia memastikan tidak ada satu pihak manapun yang memiliki tanah adat di Simalungun

Wakil Ketua Bidang Hukum dan HAM PPABS Hermanto Sipayung dan juga Wakil Sekretaris Rohdian Purba menyampaikan, PPABS telah secara langsung mengonfirmasi dengan pihak Direktur Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat Kementerian Lingkungan Hidup, M Sait tentang klaim tanah adat di Simalungun.

“Sebelumnya kami sudah membuat surat terbuka kepada Presiden dan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pada 10 Juli 2023 kemarin. Dewan pimpinan Pusat Simalungun langsung konfirmasi dengan direktur pengelolaan dan pemanfaatan hutan adat. Hasilnya, belum ada dikeluarkan satu surat pun menetapkan ada kelompok yang memiliki tanah adat di Simalungun,” ujar Hermanto, Rabu (26/7/23).

Baca juga: Pemerintah Diminta Tetapkan Batas Hutan dan Tanah Adat di Desa Karing Dairi

Disampaikannya, klaim oleh kelompok-kelompok tertentu di Simalungun itu melanggar hukum.

“Itu garis besar pertemuan kami. Kita juga mempertanyakan tentang sertifikat yang dibagi-bagikan kelompok tertentu di masyarakat. Khususnya di Sihaporas ada sertifikat BRWA. Mereka bagi-bagi. Direktur juga menegaskan bahwa itu tidak sah karena bukan dikeluarkan oleh lembaga pemerintah,” ungkapnya.

Lanjut Hermanto, pihak pemerintah memastikan BRWA bukanlah lembaga resmi pemerintahan. Maka dari itu, PPABS meminta agar pihak-pihak yang mengklaim adanya tanah adat mereka di Simalungun untuk menghentikan pernyataan tersebut.

Untuk mempertegas lagi, PPABS akan kembali melayangkan surat kepada Presiden agar pemerintah pusat tidak mengakomodir kelompok tertentu dan mengesampingkan keberadaan suku asli Simalungun tentang proses klaim tanah.

Baca juga: KontraS Sumut Minta Penggusuran Tanah Adat Mbal-mbal Petarum di Karo Dikaji Ulang

“Itu bukan saya yang mengatakan. Direktur pemanfaatan hutan adat yang mengatakan bahwa ini BRWA tidak lembaga pemerintah resmi. Jadi kalau ada kelompok tertentu yang mengklaim bahwa mereka lah pemilik hutan adat atau tanah ulayat itu tidak benar. Menurut kami melanggar hukum itu,” ujar Hermanto.

Kekhawatiran PPABS

Hermanto Sipayung melanjutkan, terkait adanya pihak atau kelompok masyarakat yang mengklain tanah adat di Simalungun dapat menimbulkan pengaburan sejarah di Siantar dan Simalungun.

“Sejumlah masyarakat pengelola tanah adat, ada kekhawatiran kita jika di Simalungun nanti bisa dikaburkan sejarahnya. Itu yang kita khawatirkan,” katanya lagi.

Nah sebenarnya, kata Hermanto lagi, sejarah Siantar-Simalungun itu sudah jelas bagaimana peradabannya.

Baca juga: PMS Ingatkan, Tak Ada Istilah Tanah Adat di Simalungun

“Kita welcome dengan siapa saja yang ada di Simalungun. Tapi jangan sesekali mengklaim ini adalah tanah adatnya. Peradaban Simalungun dimulai dari Kerajaan Nagur, Kerajaan Nagur hingga Kerajaan Opat dan Marpitu. Kita tidak melarang orang datang. Tapi, jangan bilang ini tanah adat kami,” ujarnya.

Sementara itu, data yang dimiliki PPABS atas pengklaiman tanah adat tersebut berupa sertifikat wilayah adat yang telah dibagi kepada masyarakat. Sementara itu adapun luas wilayah yang diklaim tersebut kurang lebih 2049,86 Ha. (Hamzah/hm20)

 

Related Articles

Latest Articles