18.9 C
New York
Tuesday, May 7, 2024

Angka Perceraian di Kabupaten Simalungun Meningkat Capai 1286 Perkara

Simalungun, MISTAR.ID

Kasus perceraian masih marak terjadi di Kabupaten Simalungun. Menurut catatan Pengadilan Agama Simalungun, angka perceraian yang terjadi selama tahun 2022 mengalami peningkatkan dibandingkan tahun 2021.

Humas Pengadilan Agama Simalungun, Muhammad Irsyad menuturkan, total perkara yang masuk di Pengadilan Agama Simalungun selama tahun 2022 sebanyak 1451. Namun yang lebih mendominasi itu adalah perkara perceraian.

“Kalau untuk jumlah perkara perceraian sendiri, sebanyak 1286. Jadi, untuk selebihnya perkara harta bersama, wali abdol, dispensasi kawin (isbad nikah) tapi yang mendominasi perkara di pengadilan ini selama tahun 2022 adalah perceraian,” ucapnya saat wawancara dengan mistar.id di ruang kerjanya, pada Selasa (21/2/23).

Baca juga:Gugatan Cerai Lulu Tobing Ditolak Majelis Hakim

“Dibandingkan di tahun 2021, memang ada sedikit peningkatan. Pada tahun 2021 ada sebanyak 1148 perkara. Meningkatnya sekitar 138 perkara dibandingkan pada tahun 2022,”sambung Irsyad, yang juga merupakan hakim di Pengadilan Agama Simalungun.

Irsyad mengatakan kasus perceraian yang diproses di Peradilan Agama itu masih marak terjadi. Namun, yang paling mendominasi adalah masalah perselisihan dan pertengkaran yang terjadi terus menerus. Itu yang sering dijadikan alasan perceraian bagi para pencari keadilan ini.

“Cuman dalam formulasi gugatan yang diajukan ke pengadilan agama, lebih banyak dia mengarahkan perselisihan dan pertengkaran yang terjadi terus menerus,” tuturnya.

Apakah dampak pandemi Covid-19 yang membuat perekonomian terpuruk menjadi salah satu faktor penyebab meningkatnya perceraian?

Irsyad menjelaskan, alasan perceraian perselisihan dan pertengkaran yang terjadi terus menerus itu ada faktornya. Rata-rata di Pengadilan Agama Simalungun itu yang menjadi faktor terjadinya perselisihan dan pertengkaran tersebut sehingga mengakibatkan perceraian, yang paling dominan adalah terkait masalah ekonomi.

Sedangkan berikutnya masalah perselingkuhan. Kemudian ada pula faktor berikutnya, masalah judi, mabuk, dan narkoba. Untuk yang ini lumayan besar penyebab perceraian di Pengadilan Agama Simalungun.

“Sebenarnya perceraian ini terjadi, kebanyakan masalah ekonomi. Tapi kami tidak bisa menyimpulkan bahwa perceraian tersebut dikarenakan terjadinya pandemi Covid-19 itu. Sebab, kami sendiri belum melakukan penelitian tentang hal tersebut. Jadi, kami tidak bisa menyimpulkan hal itu. Tapi paling tidak data yang masuk ke pengadilan ini kebanyakan masalah ekonomi, namun bukan karena Covid-19,” papar dia.

Irsyad menyebutkan bahwa dalam kasus perceraian, yang lebih banyak mengajukan gugatan perkara perceraian ini lebih dominan diajukan oleh istri dibandingkan suami. Bahkan di Peradilan Agama Indonesia pun menunjukkan hal yang sama dari data yang sudah ada.

Lebih lanjut, katanya, data yang masuk ke Pengadilan Agama Simalungun di tahun 2021 itu yang paling dominan itu adalah istri lebih banyak menggugat cerai ketimbang suami. Sebanyak 883 perceraian terjadi karena cerai gugat, yakni perkara yang gugatannya diajukan oleh pihak istri yang telah diputus oleh Pengadilan.

Baca juga:Tuduh Istri Selingkuh Tanpa Bukti Akurat, Gugatan Cerai Suami Ditolak PN Tarutung

Sedangkan, sebanyak 265 kasus perceraian terjadi karena cerai talak, yakni perkara yang permohonannya diajukan oleh pihak suami yang telah diputus oleh Pengadilan.

“Pada tahun 2022 kemarin, ada 1034 perceraian terjadi karena cerai gugat. Sedangkan kasus perceraian terjadi karena cerai talak sebanyak 252 perkara. Tahun 2022 ini sama seperti tahun sebelumnya, dimana istri lebih banyak menggugat cerai ketimbang suami,” kata Irsyad.

Upaya mediasi yang dilakukan hakim sebelum perkara perceraian di sidangkan, tetap dilakukan. Jadi hakim yang menyediakan perkara mempunyai kewajiban memberikan nasehat mendamaikan di ruang persidangan. Untuk memaksimalkannya maka dilakukanlah proses mediasi. Kalau tidak dilakukan, maka putusan nanti bisa dibatalkan hukum.

“Tapi kata-kata “wajib” tadi harus di garis bawahi juga bahwa wajib apabila kedua belah pihak hadir dalam persidangan. Proses mediasi harus dilakukan. Apabila proses mediasi tidak dilakukan, bisa saja putusannya bisa dibatalkan hukum,”sebut dia.

Adapun untuk kasus yang diselesaikan melalui mediasi selama tahun 2021 ada 15 perkara, namun yang tidak berhasil 74 perkara. Sedangkan ditahun 2022, ada 18 perkara yang telah berhasil dicabut perkara melalui mediasi. Tapi jumlah yang tidak berhasil sebanyak 70 perkara. (yetty/hm06)

 

 

Related Articles

Latest Articles