13.7 C
New York
Saturday, May 11, 2024

Warga Minta Ganti Rugi Tanah Gang Dame Transparan, Pemko: Masih Dalam Tahap Penilaian Harga

Siantar | MISTAR.ID Warga Gang Dame Jalan Narumonda Bawah Kelurahan Kebun Sayur Kecamatan Siantar Timur meminta agar pihak Pemerintah Kota (Pemko) Pematangsiantar transparan dalam hal nilai ganti rugi tanah untuk akses jalan masuk ke dalam gang.-

Permintaan itu disampaikan seorang warga Gang Dame, K Gultom yang kemudian menyebutkan, bahwa warga gang setempat menginginkan agar akses masuk ke rumah itu segera diperlebar, agar mobil bisa masuk ke gang tersebut.

“Yang menjadi pertanyaan kami dari warga, mengapa ganti rugi itu harus selebar dua meter, padahal sepengetahuan kami, itu tidak sampai dua meter,” tutur Gultom yang menyebutkan bahwa ada surat lama dari pemilik tanah yang sebelumnya, di surat itu ada tertulis ada akses jalan selebar dua meter, yaitu Gang Dame. “Ada dua meter dihibahkan untuk jalan,” ungkapnya lagi.

Dan akses jalan gang itu, kata Gultom, sudah pernah dibangun pemerintah dengan rabat beton.

“Yang menjadi pertanyaan, mengapa tidak dari awal mereka keberatan dan meminta ganti rugi,” ujar Gultom yang menyayangkan pihak Pemko, yakni Kelurahan dan Kecamatan, tidak pernah mengundang warga setempat dalam proses pengukuran tanah, disaat pihak Badan Pertanahan Nasional mengukur tanah untuk gang itu.

Diceritakan Gultom, bahwa terkait dengan permasalahan tanah untuk akses jalan gang itu, warga setempat sudah pernah mendatangi kantor Walikota. Mereka diterima oleh Asisten II, yang waktu itu masih dijabat oleh Baren Alijoyo. Namun apa yang mereka harapkan ketika itu dari Pemko, tidak ada realisasinya.

Terpisah, keturunan pemilik tanah yaitu D boru Turnip yang ditemui bersama P Gultom anak sulungnya, menyebutkan, mereka menyebutkan tanah yang dijadikan akses jalan adalah milik mereka berdasarkan sertifikat tanah yang dikeluarkan Departemen Agraria melalui Kantor Pendaftaran Tanah pada tahun 1964 silam.

“Inilah sertifikatnya,” ujar boru Turnip menunjukkan sertifikat tanah kepada awak Mistar.

Ketika ditanya mengapa mereka tidak keberatan di saat pemerintah mengerjakan rabat beton di atas tanahnya. Boru Turnip mengatakan bahwa saat pengerjaan rabat beton itu, yang menempati rumahnya hanya anak sekolah yang kos dan yang mengontrak.

“Aku datang kemari, tahun 1981, sudah ada gang itu. Karena dipakai untuk umum kami tidak keberatan,” ungkapnya.

Saat ditanya mengapa belakangan ini mereka jadi keberatan dan kemudian meminta ganti rugi, Boru Turnip menceritakan bahwa awalnya itu adalah pada tanggal 30 Desember 2015, suaminya yang kala itu masih hidup dicekik tetangganya karena gang itu.

“Waktu itu anakku ini langsung pergi ke kantor Polisi untuk melapor, tapi karena tidak ada tanda-tanda penganiayaan, akhirnya kasusnya berhenti begitu saja,” ujarnya.

Selanjutnya, ketika ditanya mengenai surat tanah pemilik sebelumnya, yang menyebutkan ada akses jalan gang selebar dua meter, Boru Turnip tidak membantah.

“Itulah, ditunjukkan ada surat tanah dari pemilik tanah yang sebelumnya itu, tapi kami lihat tidak ada yang menandatangani. Jadi kemarin, sudah ada turun BPN kemari untuk mengukur tanah kami sesuai dengan sertifikat milik kami,” cecarnya.

Disinggung mengenai besaran angka atau harga ganti rugi yang akan mereka terima, Boru Turnip mengatakan masih dihitung.

“Lagi dihitung, belum tahu kami berapa. Yang jelas, kalau ganti ruginya nanti tidak sesuai, atau terlalu kecil, kami kan berhak menolaknya. Tapi kita lihatlah dulu, karena kami pun maunya secepatnyalah diselesaikan semuanya, karena kami pun tak ingin ada persoalan lagi,” ujarnya.

Camat Siantar Timur, Robert Sitanggang ketika dikonfirmasi mengenai perkembangan terakhir terkait gang tersebut, ia mengatakan bahwa saat ini tim apresial atau penilai sedang melakukan penghitungan besaran angka yang akan diberikan untuk ganti rugi.

“Jadi berapa besarannya, kami tidak tahu. Tapi cobalah dulu tanya ke bidang aset, karena kalau tanah itu diganti rugi, maka tanah itu akan jadi aset pemko,” ujarnya.

Sesuai dengan saran camat, awak Mistar konfirmasi kepada Alwi selaku Kepala Bidang (Kabid) Aset di Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKA).

“Kemarin timnya memang sudah turun ke sana, tapi hasil penilaiannya, berapa mau dibayar ganti ruginya, belum ada. Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) dari Medan yang merumuskan nilai ganti rugi, bukan kita (Pemko) yang merumuskannya,” ungkap Alwi.

“Nanti setelah nilai ganti ruginya keluar, pemko akan mengundang pemilik tanah untuk menyepakati harga, kalau sudah sepakat dengan harga yang dikeluarkan KJPP, dilakukanlah penandatangan kesepakatan harga. Itu kalau pemilik tanahnya sepakat dengan harga yang kita rumuskan, kalau tidak, mereka berhak menolaknya,” sambungnya.

Saat ditanya mengapa pihak Pemko tidak melibatkan warga sekitar, Alwi menegaskan bahwa mengenai ganti rugi tanah itu adalah antara Pemko dengan pemilik tanah.

“Dengan warga sekitar, tidak ada urusan. Mengenai berapa nilai ganti ruginya nanti, silahkan warga datang kemari, sekarang jaman transparan tidak ada yang ditutup-tutupi,” ujar Alwi yang menyebutkan, paling lama 2 minggu hari kerja berapa besaran ganti rugi sudah keluar hasilnya.(ferry/hm02)

Penulis : Ferry Napitpulu
Editor : Herman Maris

Related Articles

Latest Articles