15.2 C
New York
Thursday, May 16, 2024

Penulis Buku Internasional Awam Angkat Bicara Terkait Begal di Medan

Pematang Siantar, MISTAR.ID

Kali ini, Fawer Full Fander Sihite, penulis buku Internasional Awam di 4 negara ASEAN, angkat bicara terkait isu meningkatnya kasus begal di Kota Medan. Fawer memastikan pihaknya selalu mengikuti terkait perkembangan begal.

Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Institute Law And Justice (ILAJ) dan dikenal sebagai sosok yang kritis tersebut menilai kasus begal di Medan sudah sangat mengkhawatirkan dan meresahkan masyarakat.

Oleh karena itu, Fawer meminta agar penegakan hukum dilakukan dengan tegas untuk memberikan efek jera yang efektif.

“Kami selalu mengikuti perkembangan dan maraknya kasus begal di Kota Medan. Sudah ribuan orang menjadi korban begal. Hal ini berdampak negatif pada pertumbuhan Kota Medan. Masyarakat, khususnya pendatang, semakin takut datang ke Medan. Oleh karena itu, diperlukan langkah tegas dari pemerintah kota dan kepolisian,” ungkap Fawer Sihite, Ketua ILAJ, dalam rilis yang diterima mistar.id, Selasa (18/7/23).

Baca juga: Seseorang Nekat Jadi Pelaku Begal, Pengamat: 65 Persen karena Faktor Ekonomi

Fawer sendiri mengapresiasi sikap dan pernyataan tegas Wali Kota Medan, Bobby Nasution yang menyatakan bahwa pelaku begal harus ditindak secara serius.

“Menurut kami, hal itu wajar dan perlu didukung. Karena kasus begal ini sudah lama tidak ditindak tegas. Sehingga pelaku semakin berani bertindak. Hampir setiap hari kita melihat dan mendengar korban begal di mana-mana,” jelasnya.

Efek jera bagi para pelaku begal sangat dibutuhkan masyarakat saat ini.

“Kita tidak ingin begal berpikir bahwa polisi lemah dan tidak mampu memberantas mereka,” tambahnya.

Baca juga: Tangani Begal, Edy Rahmayadi: Diperlukan Kerja Sama Lintas Sektor

Terkait kontroversi pernyataan Bobby yang dikatakan tidak memprioritaskan Hak Asasi Manusia (HAM), Fawer menjelaskan tentang UUD Pasal 28 J ayat 1. Dimana setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pasal 28 J ayat 2 menyebutkan bahwa dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk pada pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang untuk menjamin pengakuan dan penghormatan terhadap hak dan kebebasan orang lain.

Serta untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam masyarakat demokratis.

“Jadi, kita harus saling menjaga hak asasi manusia orang lain juga, tidak boleh dipandang sepihak hanya dengan pendekatan HAM. Dalam konteks konstitusi, kita dapat merujuk pada peraturan yang mengatur tugas dan kewenangan kepolisian,” terang Fawer Sihite lagi.

Baca juga: Atasi Maraknya Begal, Wali Kota Medan Libatkan TNI

Ia juga merujuk pada UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 16. Isinya menjelaskan tentang kepolisian berwenang melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, dan kewenangan lainnya.

Kemudian, Terkait penggunaan senjata api, diatur dalam Peraturan Kapolri No 8 Tahun 2009.

“Secara spesifik, dalam Pasal 47 Peraturan Kapolri No.8 Tahun 2009 disebutkan bahwa penggunaan senjata api hanya boleh dilakukan untuk melindungi nyawa manusia. Menurut kami memberantas begal juga merupakan bagian dari melindungi nyawa manusia,” tambahnya.

Dalam Peraturan Kapolri juga diatur syarat-syarat lebih lanjut. Dijelasnkan jika penggunaan senjata api hanya boleh dilakukan dalam keadaan membela diri dari ancaman luka berat atau kematian serta mencegah terjadinya kejahatan berat.

Baca juga: Antisipasi Begal Muspika Medan Marelan Adakan Patroli Hingga Subuh

“Senjata api hanya boleh digunakan dalam keadaan membela diri dari ancaman luka berat atau kematian serta mencegah terjadinya kejahatan berat. Oleh karena itu, tidak boleh sembarangan menembak, harus mengikuti SOP yang ada,” tegas Fawer.

Jika memperhatikan KUHP, tambah Fawer, Pasal 49 ayat (1) menyebutkan siapa yang terpaksa melakukan perbuatan untuk pembelaan, karena ada serangan atau ancaman melawan hukum, terhadap diri sendiri maupun orang lain; terhadap kehormatan, kesusilaan, atau harta benda sendiri maupun orang lain, tidak dipidana.

“Jadi, berdasarkan hal tersebut, kami berkesimpulan para pelaku begal sudah tidak lagi menghargai HAM orang lain. Mereka tidak pantas mendapatkan perlindungan HAM,” tutupnya. (Maris/hm20)

Related Articles

Latest Articles