Mujahiddin juga mencontohkan di Kabupaten Langkat, dimana Golkar menyiapkan dua nama untuk berpasangan dengan Plt Bupati Langkat, H. Syah Afandin. Sementara Gerindra belum menentukan sosok yang bakal dicalonkan.
“Dan semua orang kan pada akhirnya mengidentitaskan dirinya itu adalah bagian dari gerbong KIM dan mencoba juga mengidentifikasi dirinya menjadi tim pendukung Bobby Nasution untuk gubernur,” sambungnya.
“Mengidentifikasi diri itu kan supaya mendapatkan dukungan yang penuh dari partai politik yang mendukung Bobby Nasution atau yang menjadi bagian dari KIM,” katanya menambahkan.
Baca juga:Â Cari Pendamping Sohibul Iman di Pilkada DKI, PKS Menunggu Koalisi Terbentuk
Namun semua itu tidak akan mudah, mengingat titik temu antara pimpinan partai KIM hanya terjadi di Pilgub Sumut karena adanya sosok Bobby Nasution.
‘Di Sumut lebih mudah terjadi kesepakatan karena ada tokoh sentral, bagian dari keluarga Presiden Jokowi,” ujarnya.
Peta Pilkada, menurut Mujahiddin tidak bisa dibaca karena keputusan partai tetap berada di tangan pimpinan pusat. Dia berpendapat, desentralisasi dan otonomi daerah tidak berlaku terhadap partai.
“Bahkan misalnya untuk tingkat kota, kan berjenjang. Dari kota ke wilayah, dari wilayah ke pusat. Itukan ritmenya semakin merepotkan,” sebutnya.
Baca juga:Â Koalisi Terkini Prabowo Pasca NasDem Merapat dan PKB akan Bergabung
Ia menilai, partai dalam mengusung calon di Pilkada cukup hanya dengan keputusan pimpinan di tingkat wilayah atau provinsi. “Karena semua dikelola pusat, komposisi itu kan jadinya kan samar-samar, jadi gak jelas kan. Jadi bingung kita,” ujar Mujahiddin.
Terlebih lagi, saat ini Pilkada dilakukan secara serentak, dimana pimpinan partai bakal mempertimbangkan calon yang akan diusung di semua daerah mulai level Wali Kota/Bupati dan Gubernur.
“Kalau dulu misalnya, mungkin hanya dua sampai tiga daerah yang melaksanakan, jadi lebih cepat keputusannya,” tambahnya. (gideon/hm25)
