Jejak Sejarah Kerajaan Tanah Jawa: Kisah Tuan Marubun


Makam Tuan Djintanari. (f: abdi/mistar)
Simalungun, MISTAR.ID
Kerajaan Tanah Jawa di Simalungun menyimpan kisah sejarah yang kaya, salah satunya tentang Raja Sorgahari yang bergelar Tuan Marubun. Raja Sorgahari memiliki dua putra, yakni Oesoel Madjadi dan Djintanari.
"Oesoel Madjadi memperistri panak boru raja dari Simarimbun dan memiliki dua orang putra bernama Angaranim dan Djoengmani," ujar Penjaga Makam Raja Tanah Jawa, Ando Sinaga, kepada Mistar, Minggu (13/4/2025).
Menurutnya, Raja Sorgahari diberi wilayah kekuasaan bernama Marubun.
"Tuan Marubun memerintah, serta mengatur hajat hidup rakyat di wilayah Partuanon Marubun, tetapi tetap tunduk di bawah kekuasaan Kerajaan Tanah Jawa sebagai pemerintah pusat," katanya.
Pusat Pemerintahan Partuanon Marubun terletak di Simpang Tangsi, Desa Balimbingan, tepatnya di lokasi yang kini menjadi Rumah Sakit PTPN IV Balimbingan.
Wilayah kekuasaan Tuan Marubun meliputi bagian utara sampai Tanggabatu, selatan hingga Taratak Bosar Maligas (Tinjoan), barat sampai Simpang Hataran Jawa (Sungai Bah Hilang), dan timur hingga Pematang Tanah Jawa.
Desa-desa yang termasuk dalam wilayah Marubun antara lain Timbaan, Pendawa Lima, Tangga Batu, Marubun Jaya, Nagori Bayu Marubun, Marimbun, Bosar Majawa, Taratak Bosar Maligas, dan Hataran Jawa.
Sementara itu, Djintanari, putra kedua Raja Sorgahari, memperistri panak boru raja dari Bandar dan memiliki seorang putra bernama Timboel.
"Karena kedua anak Raja Sorgahari sudah dewasa dan sudah berkeluarga, raja membuat kebijakan, antara lain, sebagai anak tertua, Tuan Oesoel Madjadi dari Partuanon Marubun diangkat sebagai Pemangku Adat Kerajaan," ucap Ando.
Ia menjelaskan, secara bergiliran, kedua putra Raja Sorgahari memimpin kerajaan dengan persetujuan Tuan Marubun sebagai pemangku adat, bersama perangkat kerajaan melalui Harungguan Bolon (musyawarah besar).
Setelah Raja Sorgahari wafat, Oesoel Madjadi memimpin musyawarah besar dan memutuskan mengangkat Djintanari sebagai Raja, serta panak boru dari Bandar menjadi Puang Bolon Kerajaan Tanah Jawa.
Namun, masa pemerintahan Djintanari diwarnai konflik. Dalam pertempuran tersebut, Raja Djintanari tewas dipancung oleh B. Pane, Raja Asahan.
“Melihat peristiwa itu, abangda Oesoel Madjadi tidak tinggal diam dan tampil ke depan membalas kematian adiknya kepada Raja Asahan dan membunuhnya," tutur Ando.
Setelah perang berakhir, Oesoel Madjadi diangkat menjadi Raja sekaligus pemangku adat Kerajaan Tanah Jawa. Ia kemudian menikahi janda adiknya dan dari perkawinan itu lahirlah seorang putra bernama Djimmalawan.
Setelah wafat, Oesoel Madjadi dimakamkan di lingkungan Rumah Bolon atau Istana Tuan Marubun di Desa Balimbingan.
Putranya yang lain, Djoengmani, diangkat sebagai Tuan Marubun dan pemangku adat Kerajaan Tanah Jawa. Ia tinggal di istana ayahnya di Simpang Tangsi dan memiliki seorang putra bernama Sanggah Goraha yang diberi gelar Tuan Huta Bayu Marubun, dengan wilayah Partuanon di Huta Bayu Marubun.
Pada suatu masa, tanah wilayah Partuanon Marubun dikontrakkan kepada Belanda.
"Perusahaan milik Belanda itu bernama Handel Vreniging Amsterdam (HVA). Dengan alasan telah mendapat konsesi dari Raja Tanah Jawa, pihak Belanda membakar Rumah Bolon atau Istana Partuanon Marubun. Belanda sangat benci dengan Tuan Marubun karena tidak pernah mau tunduk kepada Pemerintah Belanda," tutur Ando lagi.
Karena wilayahnya dikuasai dan dijadikan areal perkebunan, Tuan Marubun pun pindah ke rumah putranya, Tuan Huta Bayu Marubun, Sanggah Goraha di Huta Bayu Marubu. (abdi/hm20)