24 Persen Spesies di Air Tawar Terancam Punah
Salah satu spesies air tanah. (f: ist/mistar)
Gland, MISTAR.ID
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa hampir 24 persen spesies di air tawar saat ini masuk ke status terancam punah. Menurut laporan Science Alert, Kamis (23/1/25), para ilmuwan memanfaatkan ‘daftar merah’ yang dirilis oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN) untuk mempelajari kasus ini.
Menurut daftar, spesies yang terancam punah termasuk berbagai ikan air tawar dan capung. Ada pula kepiting air tawar, dan udang karang. Hasil analisis mereka menyimpulkan bahwa 24 persen spesies air tawar kini masuk kategori rentan, terancam punah, sangat terancam punah, atau bahkan telah punah di habitat alaminya.
Beberapa spesies yang menghadapi risiko tinggi meliputi belut Eropa, yang kini sangat terancam punah, dan udang karang capit putih yang berada dalam status terancam. Kedua spesies ini sebelumnya banyak ditemukan di sungai-sungai kecil.
Proporsi spesies air tawar yang terancam punah sebanding dengan kelompok hewan darat, seperti amfibi, reptil, burung, dan mamalia, yang 23 persennya juga menghadapi ancaman serupa.
Berdasarkan penelitian, beberapa ancaman utama bagi spesies air tawar meliputi:
- Polusi
- Pembangunan bendungan
- Pengambilan air berlebihan
- Perubahan penggunaan lahan
- Eksploitasi berlebihan
- Kehadiran spesies invasif
- Penyebaran penyakit
Meski begitu, dilansir dari detikedu, para ilmuwan mencatat kurangnya data untuk menilai seluruh spesies air tawar.
Sebagai contoh, banyak spesies moluska air tawar yang diduga lebih berisiko punah, tetapi data yang tersedia belum memadai untuk menyertakannya dalam analisis.
Sedangkan status invertebrata seperti lalat capung, lalat batu, dan berbagai jenis kumbang masih sangat minim dipahami, meskipun banyak di antaranya sangat rentan terhadap polusi.
Para peneliti menegaskan pentingnya tindakan perlindungan dan perbaikan bagi spesies air tawar.
“Sebaiknya perusahaan air untuk mengurangi pencemaran limbah ke sungai dan danau,” kata perwakilan peneliti.
Selain itu, solusi berbasis alam seperti penanaman pohon dan perlindungan lahan basah juga dinilai efektif.
“Karena tidak hanya melestarikan keanekaragaman hayati tetapi juga meningkatkan kualitas hidup manusia,” tambahnya. (detikedu/hm20)