24.2 C
New York
Wednesday, May 8, 2024

Bahas 8 Poin Hak Angket Dalam 30 Hari, Eliakim Simanjuntak: Memangnya Mereka Superman

Siantar, MISTAR.ID – Dalam jadwal yang telah direncanakan, panitia angket akan melakukan rapat internal atau pelaksanaan konsultasi mulai tanggal 29 Januari 2020 sampai dengan 25 Februari 2020.

Artinya panitia angket bekerja tidak lebih dari 30 hari untuk melakukan penyelidikan terhadap 8 poin kebijakan pemerintah kota yang diduga melanggar peraturan perundang-undangan.

Eliakim Simanjuntak.(f:mistar/ferry napitupulu)
Eliakim Simanjuntak.(f:mistar/ferry napitupulu)

Menanggapi hal itu, Eliakim Simanjuntak selaku mantan Ketua DPRD Kota Pematangsiantar, ketika ditemui Mistar pada Kamis (23/1/20), meminta kepada para anggota DPRD untuk berpikir lebih matang.

“Itu belum dipotong hari Sabtu dan Minggu. Pertanyaannya, bisanya mereka menyelidiki poin-poin yang ada itu dengan waktu yang tidak lebih dari 30 hari itu? Memangnya mereka Superman. DPRD harus lebih matang memikirkannya,” tegas Eliakim.

Bukan hanya itu, Eliakim juga berharap agar para anggota DPRD tidak asal dalam mengajukan hak angket, sekalipun hak angket itu adalah hak DPRD yang memang diatur dalam peraturan per-Undang-undangan.

“Kenapa muncul angket itu, karena para anggota DPRD menilai ada kebijakan pemerintah daerah yang penting, strategis dan berdampak luas kepada masyarakat dan negara. Sekarang kutanya, poin mana rupanya yang berdampak luas kepada masyarakat dan negara,” ujarnya.

Pengajuan hak angket, menurut Eliakim, tidak meraba-raba. Setidaknya ada dulu bukti awal minimal satu, bahwa ada kebijakan Walikota Pematangsiantar Hefriansyah yang penting, strategis dan berdampak luas kepada masyarakat dan negara.

“Artinya alat bukti itu adalah ada ketidaknyamanan di tengah masyarakat akibat kebijakan walikota, misalnya tidak nyaman berlalulintas akibat kebijakan walikota yang didemo oleh masyarakat. Sekarang, di poin manalah itu ditemukan,” tukasnya.

“Terus yang kedua, di daerah mananya ada DPRD-nya mengajukan hak angket dengan poin-poin sebanyak itu, tunjukkanlah dulu. Lalu pernahnya DPR RI mengajukan hak angket lebih dari satu (poin). Harus ada judulnya yang jelas, seperti angket (tahun 2018) kemarin, judulnya jelas yaitu dugaan penistaan etnis Simalungun. Karena ada demo hampir tiap hari, makanya ditanggapi,” sambungnya.

Dengan banyak poin-poin untuk angket itu, kata Eliakim, bisa jadi akan menimbulkan penilaian miring terhadap DPRD.

“Jangan nanti masyarakat menilai pengusulan hak angket itu ecek-ecek. Dengan poin-poin di angket itu, berbeda angket, beda ienterpelasi. Kalau interpelasi itu ada jangka waktunya 1 tahun. Sedangkan angket ditentukan waktunya hanya 60 hari,” jelasnya.

Pengusulan hak angket dengan poin-poin sebanyak itu, menurut penilaian Eliakim, juga akan dapat menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap DPRD, apalagi bila angket saat ini bernasib sama dengan angket tahun 2018 lalu, yakni angket dugaan penistaan etnis Simalungun.

“Jangan sampai terjadi seperti angket tentang dugaan penistaan, hasil panitia angket tidak dibacakan di dalam rapat paripurna karena tidak quorum-quorum. Mumpung saat ini masyarakat masih baik, tidak menuntut DPRD, uang rakyat dihabiskan untuk angket dugaan penistaan etnis Simalungun tapi hasilnya tidak ada. Jadi saya harap, jangan terjadi dua kalilah,” tandasnya berharap.

Pemberitaan sebelumnya, pada Selasa (22/1/20) kemarin, para anggota DPRD Kota Pematangsiantar yang mengusulkan hak angket, sepakat untuk menyatukan persepsi mengenai poin-poin kebijakan Pemerintah Kota yang akan diselidiki melalui panitia angket. Pasalnya, poin-poin yang diusulkan hampir mirip secara keseluruhan.

Adapun poin-poin kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat antara lain, poin pertama mengenai pengangkatan dan pergantian ASN di Pemerintah Kota Pematangsiantar, seperti pengangkatan Lurah yang tidak sesuai dengan disiplin ilmunya kemudian pelaksana tugas (Plt) di OPD Kota Pematangsiantar dan Plt kepala sekolah SD dan SMP.

Selanjutnya, adanya pemberhentian dari jabatan atas nama dokter Rumondang sebagai kepala bp2kb dan pergantian pejabat setingkat eselon III pada Dinas Kependudukan Pencatatan Sipil (Disdukcapil). Adanya pencopotan Sekretaris Daerah Kota Pematangsiantar yang menuai kontroversi dan masih dalam proses gugatan di PTUN Medan.

Kemudian, hasil asesmen JPT Pratama di lingkungan Pemerintah Kota Pematangsiantar tidak dilaksanakan sepenuhnya dan pengumuman lelang hasil jabatan Pratama tahun 2019 tidak dilakukan secara terbuka. Lalu mutasi dan pelantikan pejabat di lingkungan Pemerintah Kota Pematangsiantar sebanyak 176 orang tanggal tanggal 6 Januari 2020 melalui tim penilai kinerja.

Poin kedua, adalah tidak ditampungnya tambahan penghasilan pegawai (tenaga kerja kesehatan) yang telah mendapat persetujuan DPRD sesuai dengan surat ketua DPRD Kota Pematangsiantar tentang rekomendasi DPRD perihal peningkatan kesejahteraan jabatan fungsional bidang kesehatan.

Poin ketiga, adalah terjadinya otitis di badan pengelolaan keuangan daerah yang mengorbankan kepala bpkad Kota Pematangsiantar yang sampai saat ini masih dalam proses peradilan.

Poin keempat, penggunaan lapangan H Adam Malik dan lokasi GOR yang tidak sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) nomor 5 tahun 1989.

Poin kelima, adanya kesewenang-wenangan pemindahan lokasi pembangunan Tugu sangnawaluh Damanik yang diputuskan di Lapangan Merdeka dipindahkan secara sepihak oleh Walikota di lapangan Adam Malik sehingga membuat keresahan an-nasr akad dan telah menjadi temuan BPK RI.

Poin keenam, bobroknya pengelolaan dua perusahaan daerah yaitu PD paus dan PD Pasar Jaya.

Poin ketujuh adalah, terbitnya Peraturan Walikota nomor 1 tahun 2018 tentang pergeseran anggaran sebesar Rp 46 miliar, dimana P APBD Tahun Anggaran 2018 tidak ditetapkan sehingga Peraturan Walikota tersebut telah menjadi temuan BPK RI.

Poin kedelapan, mengenai anggaran untuk pembebasan lahan Tanjung Pinggir seluas 573 hektar yang ditampung di APBD Tahun Anggaran 2019 dihapuskan oleh pemerintah kota Pematangsiantar dan anggaran tersebut tidak ditampung di APBD Tahun Anggaran 2020 padahal DPRD Kota Pematangsiantar setiap tahun anggaran, sejak tahun 2016 sampai dengan 2020, selalu meminta dan merekomendasikan anggaran untuk pembebasan lahan tersebut.

Tiap poin-poin, yang diajukan para anggota DPRD pengusul hak angket tersebut, diduga melanggar aturan. Dan poin-poin itu sebelumnya sudah dilakukan penyempurnaan setelah dibacakan seorang anggota DPRD, Daud Simanjuntak di rapat Paripurna yang dipimpin Ketua DPRD Kota Pematangsiantar, Timbul M Lingga.(hm02)

Penulis : Ferry Napitupulu

Editor : Herman Maris

Related Articles

Latest Articles