Thursday, May 15, 2025
home_banner_first
NASIONAL

TNI Jaga Kejaksaan, Ancaman Tak Ada, Siapa yang Harus Diwaspadai?

journalist-avatar-top
Kamis, 15 Mei 2025 16.02
tni_jaga_kejaksaan_ancaman_tak_ada_siapa_yang_harus_diwaspadai

Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar (f:mtrtv/mistar)

news_banner

Jakarta, MISTAR.ID

Langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) yang melibatkan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam pengamanan gedung-gedung Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kejaksaan Negeri (Kejari) memicu pertanyaan besar. Lantas, jika tidak ada ancaman, mengapa harus dijaga TNI?

Pertanyaanya muncul setelah Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menegaskan bahwa hingga kini tidak ada ancaman konkret terhadap institusi kejaksaan. Namun, ia menyebut keterlibatan TNI sebagai bentuk antisipasi terhadap potensi gangguan di masa mendatang.

“Dalam konteks antisipasi, katakanlah pencegahan terhadap hal-hal yang tidak diinginkan ke depan, maka dibutuhkan bentuk pengamanan yang lebih baik,” ujar Harli di Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (15/5/2025).

Pernyataan ini menimbulkan pertanyaan mendasar: Apakah situasi keamanan di Kejaksaan sudah begitu genting hingga harus melibatkan militer? Terlebih lagi, belum ada penjelasan resmi mengenai bentuk konkret ancaman yang diantisipasi. Kejagung hanya menyebut kemungkinan adanya tekanan atau serangan terhadap jaksa dalam menjalankan tugas penegakan hukum.

“Pengamanan baru dilakukan di kantor, padahal tugas jaksa itu mobile ke mana-mana,” kata Harli, menyiratkan bahwa aparat kejaksaan rentan di lapangan saat melakukan tugas seperti penggeledahan dan penyitaan.

Dalam konteks itu, TNI disebut bisa dikerahkan untuk mendampingi jaksa dalam proses penindakan, termasuk ketika melakukan penggeledahan jika ada potensi perlawanan.

Namun, publik patut mempertanyakan: Apakah kewenangan penegakan hukum sipil kini mulai digeser ke wilayah militer? Pelibatan TNI dalam proses penegakan hukum sipil apalagi tanpa status darurat atau ancaman nyata, bisa menimbulkan kekhawatiran soal memburuknya iklim demokrasi dan supremasi sipil.

“Bukan ujug-ujug TNI hadir seperti suasana mencekam,” dalih Harli, yang menegaskan bahwa pengerahan militer dilakukan secara terukur dan hanya untuk membantu jaksa.

Meski demikian, belum ada penjelasan rinci apakah pelibatan ini berbasis nota kesepahaman (MoU) atau prosedur hukum lainnya. Transparansi soal dasar hukum, ruang lingkup tugas TNI, dan mekanisme kontrol sipil atas keterlibatan militer dalam kegiatan Kejaksaan kini menjadi hal mendesak untuk dijelaskan kepada publik.

Apalagi, sejarah mencatat bahwa pelibatan militer dalam ranah sipil tanpa alasan yang kuat dapat membuka ruang penyalahgunaan wewenang dan intimidasi atas nama keamanan. (mtrtv/hm17)

REPORTER:

RELATED ARTICLES