14.2 C
New York
Tuesday, May 14, 2024

Kaum Miskin, Mati Karena Corona Atau Mati Kelaparan

Jakarta,MISTAR.ID

Mereka tak punya banyak pilihan. Di tengah wabah pandemi corona saat ini, keluar atau diam di rumah sama-sama bisa berpotensi menyebabkan kematian. Mati karena corona atau mati kelaparan.

Sri dan Eli berbincang di sebuah dipan beratapkan terpal sembari menunggu senja di pinggir lapangan Kampung Muka. Bau dari sisa-sisa sampah plastik dan kotoran ayam di sekitar mereka serasa menusuk ke dalam sukma. Beruntung angin tak berembus kencang.

Selain bau, debu-debu tentu siap membuat dada sesak. Meski begitu, Sri dan Eli tetap melemparkan senyum sambil menyantap nasi aking yang baru saja matang.

“Sekarang susah mas. Ada corona ini enggak jualan, Bingung mau makan apa. Enggak ada uang,” kata Sri, perempuan setengah baya sambil menguyah kudapannya, Minggu (5/4/20) lalu.

Anak perempuan Eli juga tak kalah cepat menjumput nasi aking dari tampah plastik. Ia pun unjuk gigi untuk urusan kulineran pada sore itu. Bagi mereka, camilan nasi aking sore itu adalah sebuah kemewahan.

“Ayo mas, makan. Enak ini, apalagi kalau dikasih Masako (bumbu penyedap rasa),” kata anak perempuan Eli tertawa sembari menawarkan.

Mereka duduk bersebelahan bersama tetangga lainnya. Sri dan Eli berkumpul bersama para tetangganya. Sisa-sisa nasi aking pun disantap sebagai teman berkeluh kesah.

“Kalau mengeluh gini bakal ditangkap enggak? Takutnya saya ditangkap. Keadaan sudah susah gini, kalau ditangkap makin susah,” kata Eli. Kampung Muka adalah sebuah kampung yang masuk ke dalam RT 004 RW 05 di Kelurahan Ancol, Kecamatan Pademangan, Jakarta Utara.

Dari Jalan Raya Kampung Bandan, letaknya berseberangan dengan Terminal Angkutan Barang Stasiun Jakarta Gudang. Dari sana, rumah-rumah beratap besi, berdinding kayu dan batako, pintu rumah bersebelahan, dan rumah reyot yang dihuni oleh manusia bisa dilihat dengan jelas. Karung-karung besar berisi botol bekas menumpuk di pinggir lapangan.

Pemandangan kumuh, kotor, langsung terlihat begitu kita memasuki kawasan Kampung Muka. Suasana demikian tak berbeda jauh dengan kehidupan liar di Kampung Bandan. Masalah kebersihan dan kesehatan bentuk keniscayaan di kampung yang tak jauh gegap gempita kota.

Kehidupan ala kelas proletar yang jauh dari realita kelas borjuis. Sampah-sampah plastik bisa mudah ditemukan. Hewan peliharaan berkeliaran di lapangan. Anak-anak hidup berdampingan debu jalanan dan lapangan. Untuk sanitasi, warga juga tak banyak berharap.

Kampung Muka merupakan tempat tinggal para kelas pekerja yang terus berjuang untuk hidup lebih baik. Di Kampung Muka, ada banyak pekerja informal yang menggantungkan hidupnya di Kota Tua. Mereka berjualan makanan, minuman, aksesoris, pemulung barang bekas, dan pedagang lainya.

Sri dan Eli adalah sosok pedagang minuman di kawasan wisata Kota Tua. Mereka sudah hampir tiga minggu tak berjualan di Kota Tua lantaran efek penutupan kawasan wisata Kota Tua. Sejak Sabtu (14/3/2020), kawasan Kota Tua termasuk obyek wisata di sekitarnya seperti Museum Sejarah Jakarta, Museum Wayang, Museum Keramik, dan Museum Bank Mandiri sudah ditutup untuk kunjungan wisata.

Wisatawan tak bisa masuk ke area pelataran Museum Sejarah Jakarta. Setiap lorong-lorong jalan akses masuk ditutup dan dijaga petugas. Petugas akan selalu menanyakan orang yang berusaha masuk ke area Kota Tua.

Spanduk berisi informasi penutupan area Kota Tua juga terpasang di beberapa titik. Kawasan Kota Tua tak jauh dari Kampung Muka. Jaraknya sekitar satu kilometer. Biasanya, para pedagang menggelar lapaknya di pedestrian sekitar kawasan Kota Tua. Kota Tua layak seperti kota mati.

Denyut nadi ekonomi kelas miskin kota di Kota Tua tak berdetak. Meski demikian, para pedagang pada Minggu (5/3/2020), masih ada yang bersikukuh berjualan di sekitar Stasiun Jakarta Kota. Kondisi lalu lintas lengang. Tak banyak yang berkerumun seperti biasa kegiatan plesiran di Kota Tua.

Menurut seorang pengelola wisata Kota Tua, ini satu-satunya dalam sepanjang sejarah kondisi Taman Fatahillah kosong melompong.

“Kalau mau dagang juga siapa yang beli? Sama sekali ga ada pemasukan sekarang. Ini ngomong seperti ini gapapa kan? Nanti ditangkap lagi. Kan ga boleh ngomong sembarangan katanya,” keluh Sri sembari menengok ke kiri dan kanan.

Sumber : kompas.com
Editor : mahadi

Related Articles

Latest Articles