23.4 C
New York
Monday, April 29, 2024

KAMTI Minta Penerapan Tol Nirsentuh Dibatalkan

Jakarta, MISTAR.ID

Rencana penerapan sistem bayar tol nirsentuh atau Multi Lane Free Flow (MLFF) diminta dibatalkan. Adalah Koalisi Masyarakat Peduli Tol Indonesia (KAMTI) yang meminta pembatalan tersebut.

Presidium KAMTI Sahrul RM mengatakan, penerapan ini merugikan masyarakat, terutama pengguna jalan tol. Selain itu, penrapan ini dinilai merusak citra pemerintah Presiden Jokowi yang akan berakhir akhir tahun depan.

“Termasuk juga merugikan Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) sebagai pengembang dan investor jalan tol,” kata Sahrul, dikutip dari Tempo.co, Senin (11/12/23)

KAMTI menilai setidaknya ada 9 alasan yang bisa dipakai untuk menunda rencana tersebut. Pertama soal penundaan penerapan sistem MLFF yang telah mengalami tiga kali penundaan, yakni pada Desember 2022, 1 Juni 2023, dan 1 Desember 2023.

Baca Juga : Jelang Nataru 2024, Jalan Tol Binjai-Langsa Seksi Tanjung Pura Siap Dioperasikan  

Yang kedua yakni soal perjanjian kerja sama yang dinilai tidak konsisten. “Kita khawatir ada pengaruh asing yang berpotensi mengambil keputusan pemerintah,” katanya.

Selanjutnya, alasan ketiga yang harus dipertimbangkan yakni soal kompetensi Badan Usaha Pelaksana (BUP), dimana PT Roatex Indonesia Tol System (RITS) yang harus terbuka kepada publik.

Sementara alasan keempat soal ketentuan kerja sama Pemerintah Badan Usaha (KPBU). “BUP ini menerapkan 100 persen modal dan manajemen dari Hungaria. Apakah ini sesuai dengan ketentuan BUP KPBU?,” tanya Sahrul.

Aspek kelima soal kerja sama teknologi. KAMTI mempertanyakan apakah pemerintah telah menetapkan skema alih teknologi, dengan melibatkan ahli-ahli dalam negeri. Sehingga, pada saatnya operasional, sistem ini tidak lagi bergantung pada vendor dari Hungaria.

“Aspek keenam soal investasi Hungaria yang disebut-sebut nilainya lebih dari Rp4 triliun. Bagaimana dampak dan skema pengembaliam investasi tersebut,” ungkapnya.

Baca Juga : Uji Coba, Masuk Tol Tak Lagi Buka Kaca

Sedangkan alsan ketujuh yakni terkait perbandingan komposisi tenaga ahli antara lokal dan asing yang ada di proyek ini. aspek kedelapan menyangkut kesiapan infrastruktur dan pihak penunjang. Terakhir, soal tingkat literasi teknologi masyarakat.

“Kami meminta Pemerintah RI, khususnya Kementerian PUPR sebagai Penanggung Jawab Proyek Kerja sama (PJPK) untuk melakukan evaluasi menyeluruh atas penyelenggaraan proyek ini dan disampaikan secara terbuka kepada publik,” tegasnya.

Related Articles

Latest Articles