BRIN Ungkap Beda Penentuan Waktu Idul Fitri Indonesia dan Arab Saudi


Ilustrasi, pemantauan rukyatul hilal. (f:metaai/mistar)
Jakarta, MISTAR.ID
Pihak Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan beda penentuan waktu awal Ramadhan/Idul Fitri yang kerap terjadi antara Indonesia dan Arab Saudi.
Perbedaan penentuan bukan disebabkan karena perbedaan kriteria, namun hal itu lebih disebabkan karena perbedaan keputusan antara Pemerintah Arab Saudi dan Pemerintah Indonesia.
Demikian disampaikan Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika dari Pusat Riset Antariksa BRIN, Thomas Djamaluddin, dalam gelar wicara yang disiarkan kanal Youtube resmi BRIN di Jakarta.
"Prinsipnya semakin ke barat, negara-negara yang lebih barat itu lebih bisa melihat posisi bulan yang lebih tinggi dan jarak bulan yang lebih jauh dari posisi matahari," tutur Thomas dilansir media antara, pada Selasa (25/2/25).
Ia mengungkapkan, secara teori, wilayah barat lebih berpotensi melihat hilal lebih besar dibandingkan dengan wilayah timur. Jadi, wajar ketika di Arab Saudi itu sudah terlihat hilal, padahal di Indonesia belum (terlihat).
Selain mengenai awal Ramadhan/Idul Fitri, kata Thomas, perbedaan keputusan juga biasanya terjadi saat umat Islam di Indonesia dan Arab Saudi menjalankan puasa sunnah Arafah setiap musim haji, pada tanggal 9 Zulhijah.
"Bisa terjadi di Arab Saudi itu awal Zulhijahnya lebih dahulu daripada di Indonesia. Sehingga 9 Zulhijahnya untuk hukum di Arab Saudi itu lebih dahulu dibandingkan 9 Zulhijah di Indonesia untuk puasa Arafah," ujarnya.
"Jadi itu lebih ke arah perbedaan keputusan," sambungnya.
Thomas mengungkapkan, hal itu juga dipengaruhi dengan keputusan Pemerintah Arab Saudi, yang menekankan pada hasil rukyat dan tidak harus menunggu atau melihat konfirmasi dari hisab.
Dengan berbagai perkembangan metode dan teknologi, Thomas berharap penentuan awal bulan Hijriah bisa semakin akurat dan diterima oleh berbagai pihak.
Sebab menurut dia, baik metode hisab maupun rukyat memiliki tujuan yang sama, yaitu memastikan ketepatan dalam menjalankan ibadah sesuai syariat Islam. (*/hm27)
PREVIOUS ARTICLE
Sambut Ramadhan, Warga Kota Medan Mulai Buru Perlengkapan Ibadah