Ketua Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) Medan, periode 2007-2008, Altudes Muhammad Yakub Siregar, mengungkapkan bahwa masalah tersebut mencakup sistem penilaian yang tidak akuntabel dan beredarnya uang pelicin untuk memastikan kelulusan.
Altudes menyoroti fakta di Labuhanbatu Utara, di mana seorang oknum meminta Rp 60 juta kepada seorang honorer Boru Munthe dengan janji kelulusan dalam seleksi PPPK. Meskipun membayar, peserta tersebut tidak berhasil lolos. Menurutnya, angka pungli seleksi PPPK ini sangat fantastis, antara Rp 60-80 juta.
Dalam konteks manipulasi data, Altudes menunjukkan contoh di Madina, di mana ada enam orang yang diduga memanipulasi data pengalaman kerja, termasuk adik Wakil Bupati Madina yang sempat dinyatakan lulus seleksi PPK, namun akhirnya dicoret setelah masyarakat memprotes.
“Adik Wakil Bupati Madina, Atika itu terlihat memanipulasi data pengalaman kerja. Padahal dia baru lulus kedokteran tahun 2021, tapi ngaku pengalaman kerjanya sudah lima tahun, dari mana jalannya?” kritik aktivis pendidikan itu dengan mendesak agar penegakan hukum serius mengusut kecurangan seleksi PPPK.
Altudes berharap pemerintah jujur, kredibel, dan transparan menjalankan proses seleksi PPPK serta mengangkat para honorer menjadi pegawai berdasarkan kualifikasi yang layak.